Surat Terbuka Kepada Presiden Joko Widodo untuk Menghentikan Program Investasi Menciptakan Lapangan Kerja

Kepada Yang Mulia Bapak Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara

Dengan hormat,

Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan akan menghentikan ketidakpastian dan belenggu transisi yang berkepanjangan dengan memberi jalan bagi kelahiran Indonesia hebat dan meneguhkan kembali jalan ideologis berdasarkan Pancasila dan Trisakti.

Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan visi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Guna mewujudkan visi tersebut bagi jalan perubahan, maka dirumuskan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawacita.

Hari ini (22 Januari 2016), kami membaca dan mendengar Tuan Presiden meluncurkan program Investasi Ciptakan Lapangan Kerja Tahap III di Wonogiri, Jawa Tengah. Pemerintah mengumumkan ada 10 pabrik dan perusahaan swasta terlibat dalam program tersebut, terdiri dari 8 perusahaan bermodal asing (PMA) dan sisanya perusahaan modal dalam negeri, yang mana sebanyak tiga perusahaan beroperasi ditanah Papua, yakni: perusahaan modal asing PT. Nabire Baru (Nabire, Prov. Papua), perusahaan modal asing PT. Bio Inti Agrindo (Merauke, Prov. Papua) dan PT. ANJ Agri Papua (Sorong Selatan, Prov. Papua Barat). Ketiganya berinvestasi dalam usaha perkebunan kelapa sawit.

Kami masyarakat adat Papua dan aktivis organisasi masyarakat sipil sangat resah dan marah atas program Tuan Presiden, karena program ini tidak seperti mimpi kami mengenai kesejahteraan dan pembangunan di tanah Papua. Keputusan atas program ini sudah pasti bukan berdasarkan hasil musyawarah ataupun dialog dengan masyarakat Papua. Program ini menyimpang dari jalan ideologis dan sistem nilai musyawarah, membelokkan jalan Indonesia hebat dan kembali masuk dalam belenggu sistem ekonomi neoliberal yang menguntungkan kelompok pemodal tertentu dan memiskinkan rakyat kebanyakan.

Dalam pengalaman hidup kami, kehadiran perusahaan tersebut terbukti belum sepenuhnya.memberikan manfaat sosial dan ekonomi berarti untuk memajukan kualitas hidup Orang Asli Papua dan lingkungan alam. TanahPapua hanya dijadikan ladang pemerasan untuk investor dan pejabat pendukungnya, sedangkan masyarakat asli hanya menjadi penonton dan berkonflik menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM. Karenanya, program tersebut akan melukai hati kami yang sedang menuntut perubahan dan keadilan.

Tuan Presiden, sejak awal kehadiran dan keberadaan ketiga perusahaan ini terlibat bersengketa dengan masyarakat adat setempat, karena menggunakan praktik-praktik kotor manipulasi dan intimidasi, terlibat dalam kejahatan kehutanan, melakukan pembakaran lahan, menggusur dusun sumber pangan masyarakat, membongkar hutan tempat sakral dan menghancurkan ritus budaya kehidupan orang Papua. Kehadiran perusahaan juga telah menciptakan konflik, kriminalisasi penangkapan sewenang-wenang terhadap tuan tanah dengan berbagai tudingan dan stigma OPM yang merendahkan martabat orang Papua. Praktik kekerasan dialami masyarakat adat setempat dan berujung dengan pelanggaran HAM. Bahkan dua diantara perusahaan tersebut sedang dalam proses gugatan masyarakat, yakni: PT. Nabire Baru di PTUN Jayapura dan PT. ANJ Agri Papua di PN Sorong.

Kehadiran perusahaan yang diprioritaskan negara itu juga tidak membantu perbaikan dan peningkatan nasib perempuan kami di kampung namun justru memperburuknya. Sumber-sumber air bersih hilang dan tercemar, membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan penyakit. Masyarakat semakin jauh menjangkau kebun dan dusun sagu maupun tempat berburu di hutan, sehingga membuat mereka kesulitan mendapatkan bahan pangan berkwalitas dan mudah terserang penyakit anemia, pertusis, gisi buruk dan rematik, yang lebih cepat menyerang anak-anak dan perempuan karena pekerjaan bertambah berat di luar dan di dalam rumah. Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan besar di tanah kami, diperparah dengan kehadiran perusahaan yang membatasi akses masyarakat dan mereka merasa terancam oleh aturan dan kekerasan verbal aparat dan petugas security perusahaan.

Ancaman serius dari program ini adalah menghadirkan belasan ribu tenaga kerja dari luar Papua akan membawa tekanan sosial, ekonomi dan politik terhadap Orang Asli Papua yang hak-hak dasarnya belum sepenuhnya dipenuhi, dilindungi dan dihormati. Demikian pula, mobilisasi buruh tanpa merubah sistem pengupahan yang murah dan perlindungan hak-hak pekerja yang buruk, akan menimbulkan masalah tidak hanya secara struktural, tetapi juga secara horisontal dengan masyarakat setempat dan meningkatkan tekanan tehadap lingkungan alam.

Kami berpandangan, program ini telah mengingkari janji-janji nawacita dan mengabaikan hak-hak konstitutional masyarakat adat Papua. Pemerintah gagal menghadirkan dan menciptakan rasa aman kepada masyarakat adat Papua, pemerintah justeru pro ataupun berpihak pada perusahaan swasta yang diduga melanggar hukum. Program ini menunjukkan ketidak mampuan pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran dan melemahkan pembangunan desa. Program ini merontokkan mimpi membangun Indonesia berlandaskan pada sendi-sendi ekonomi rakyat yang berdaulat dan mandiri. Sangat jauh menyimpang dari pendekatan kesejahteraan yang dibayangkan orang Papua.

Karenanya, kami mohon Tuan Presiden untuk menghentikan program tersebut yang bertentangan dengan rasa keadilan, tidak sejalan dengan sendi-sendi perekonomian rakyat dan potensial memperkeruh konflik-konflik. Secara khusus, kami meminta Tuan Presiden, sebagai berikut: pertama ,  memeriksa izin dan aktifitas perusahaan-perusahaan bisnis pemanfaatan hasil hutan, lahan, pertambangan dan laut, mengadili dan memberikan sangsi kepada perusahaan dan pihak-pihak yang nyata-nyata melanggar hak-hak dasar Orang Asli Papua dan melanggar peraturan

perundang-undangan yang merugikan negara; kedua,  mereview berbagai perjanjian kerjasama pengamanan perusahaan dan menarik petugas pengamanan TNI dan Polri diareal perusahaan; ketiga, mengembangkan kebijakan program dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan, menyegerakan dan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah dan pendidikan keahlian, memperbanyak tenaga pengajar, serta pusat-pusat pelayanan kesehatan dan tenaga media yang berkwalitas di tanah Papua; keempat, lakukan dialog-dialog yang berkwalitas dan meluas melibatkan masyarakat adat Papua hingga tingkat akar rumput untuk mengembangkan setiap rencana pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di tanah Papua.

Demikian Surat Terbuka ini dan kami berharap Tuan Presiden dapat bertindak memutuskan secara bijaksana untuk memenuhi permohonan kami. Terima kasih.

Tanah Papua, Jayapura, 22 Januari 2016

Hormat Kami,

1. John Gobay, DAP Paniai, Papua
2. Robertino Hanebora, Suku Yerisiam, Nabire, Papua
3. Gunawan Inggeruhi, tokoh masyarakat, Nabire, Papua
4. Imanuel Monei, korban PT. Nabire Baru, Nabire, Papua
5. Lamek Niwari, Suku Yaur, Nabire, Papua
6. Ayub Kowoi, LMA Nabire, Nabire, Papua
7. Levina Niwari, Pemuda Yaur, Nabire, Papua
8. Simon Soren, korban PT. ANJ Agri Papua, Sorong, Papua
9. Max Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Papua
10. Charles Tawaru, Greenpeace, Sorong, Papua Barat
11. Loury Dacosta, PBHKP, Sorong, Papua Barat
12. Septer Manufandu, JERAT Papua, Jayapura, Jakarta
13. Fientje S. Jarangga, TIKI, Jaringan Kerja Perempuan Papua, Jayapura, Papua
14. Natan Tebai, AMPTPI, Jayapura, Papua.
15. Laurens Womsiwor, PFW, Jayapura, Papua
16. Melianus Duwitau, FIM Papua, Jayapura, Papua
17. Victor Mambor, Perkumpulan JUBI, Jayapura, Papua
18. Robert Jitmau, SOLPAP, Jayapura, Papua
19. Karon Mambrasar, Forum Independen Mahasiswa, Jayapura, Papua
20. Teko Kogoya, Forum Inedependen Mahasiswa, Jayapura, Papua
21. Pst. Anselmus Amo, MSC, Merauke, Papua
22. Servo Tuamis, Tokoh Adat Keerom Arso, Papua
23. Yunus Yumte, Samdhana, Manokwari, Papua Barat
24. Pietsaw Amafnini, JASOIL, Manokwari, Papua Barat
25. Charles Imbir, Raja Ampat, Papua Barat
26. Risdianto, PERDU, Manokwari, Papua Barat
27. N.R. Hastuti, Manokwari, Papua Barat
28. Esau Yaung, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
29. Alexander Tethool, Jurnalis, Fakfak, Papua Barat
30. Y.L. Franky, Yay. PUSAKA, Jakarta
31. Syamsul Alama Agus, Yay. Satu Keadilan, Bogor.
32. Zely Ariane, PapuaItuKita, Jakarta.
33. Timer Manurung, AURIGA, Jakarta
34. Dewi Kartika, KPA, Jakarta
35. April Perlindungan, PUSAKA, Jakarta
36. Moch. Ainul Yaqin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
37. Andi Mutaqien, ELSAM, Jakarta
38. Alves Fonataba, PapuaItuKita, Jakarta
39. John Muhammad, PHI, Jakarta
40. Budi Hernawan, AWC Universitas Indonesia, Jakarta
41. Joko Waluyo, SAMPAN, Pontianak, Kalbar
42. Haris Azhar, KONTRAS, Jakarta
43. Teguh Surya, Greenpeace, Jakarta
44. Zainal Arifin, SH, LBH Semarang, Jateng
45. Eko Cahyono, Sajogyo Institut, Bogor, Jabar
46. Kasmita Widodo, BRWA, Bogor, Jabar
47. Iwan Nurdin, KPA, Jakarta
48. Fandi, FMN, Jakarta
49. Suwiryo Ismail, Ecological Justice, Jakarta
50. Mieke Verawati, ELSAM, Jakarta
51. Idham Arsyad, DPN Gerbang Tani, Jakarta
52. Ide Bagus Arief, Jakarta.
53. Muntaza, Perempuan AMAN, Jakarta
54. Devi Anggaini, Perempuan
AMAN, Jakarta
55. Marianne Klute, Berlin, Jerman
56. Betty Tiominar, BRWA, Bogor, Jawa Barat
57. Melly Setyawati, Perkumpulan Magenta, Jakarta
58. Arimbi Heroepoetri, DebtWatch Indonesia, Jakarta
59. Abetnego Tarigan, Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta
60. Diana Gultom, Debt Watch Indonesia, Jakarta
61. Dede Shineba, KPA, Jakarta
62. Siti Rahma Mary, PilNet, Depok, Jawa Barat
63. Ridwan Bakar, LBH Medan, Sumatera Utara
64. Ahmad, SH, ED Walhi Sulteng, Sulawesi Tengah
65. Marianto Sabintoe, Yayasan Tanah Merdeka, Palu, Sulteng
66. Indria Fernida, Asia Justice and Rights, Indonesia
67. Nur Amalia, Aktivis Lingkungan, Jakarta
68. Sri Palupi, Institut Ecosoc Rights, Jakarta
69. Alvons Palma, YLBHI, Jakarta
70. Dahniar, HUMA, Jakarta
71. Nedine Sulu, Perempuan Adat Minahasa, Sulut
72. Mamik Yuniantri, Komunitas Adat Osing, Jateng
73. Lenny Patty, Komunitas Adat Ullath, Maluku
74. Moh. Ali, Sekjen AGRA, Jakarta
75. Achmad Yakub, Bina Desa, Jakarta
76. Khalisah Khalid, EN Walhi, Jakarta
77. Ferry Widodo, aktivis agraria, Jakarta
78. Yusriansyah, KPA, Jakarta
79. Martin Hadiwinata, aktivis agraria, Depok, Jawa Barat
80. Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan, Jakarta
81. Aliza Yuliana, Solidaritas Perempuan, Jakarta
82. Yohanes Y. Balubun, Lawyer, Maluku
83. Tommy Albert Tobing, LBH Jakarta, Jakarta
84. Marthen Goo, aktivis Papua, Jakarta
85. Alghiffari Aqsa, LBH Jakarta, Jakarta
86. Wahyu Wagiman, ELSAM, Jakarta
87. Kartini Samon, GRAIN International, Jakarta.
88. Mahir Takaka, AMAN, Jakarta
89. Abdul Halim, KIARA, Jakarta
90. India Fatinaware, Sawit Watch, Bogor, Jawa Barat
91. Jus Felix Wewengkang, aktivis, Jakarta
92. Norman Jiwan, TUK Indonesia, Jakarta
93. Arie Rompas, Walhi Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
94. Edisius Terre, aktivis HAM, Jakarta
95. Eliakim Sitorus, aktivis, Jakarta
96. Siti Maimunah, Sajogyo Institute, Bogor, Jawa Barat
97. Rizki Anggriana Arimbi, KPA Sulawesi Selatan
98. Armin Salassa, Sekjen Federasi Petani Sulawesi Selatan
99. Asmar Eswar, ED Walhi Sulawesi Selatan
100. Muh. Taufik Kasaming, aktivis, Makassar, Sulawesi Selatan
101. Seams Munir, Human Right Lawyer (PBHI), Jakarta
102. Ridwan Darmawan, PBHI, Jakarta
103. Muhnur Satyahaprabu, SH, EN Walhi, Jakarta
104. Veronika Koman, LBH Jakarta
This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.