Ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan perusahaan bahwa kehadiran Brimob di areal perusahaan sebagai permintaan warga, perwakilan warga di dalam diksusi Senin (9/5/2016) sontak menjawab tidak.
“Permintaan bagaimana? Apa urusan kami dengan datangkan brimob PAM Swakarsa? Kami tidak pernah merasa meminta Brimob hadir. Justru kehadiran mereka meresahkan warga, bukan mengamankan.” ujar Karel Maniba di forum diskusi tersebut.
Warga memprotes kehadiran Brimob yang mengawal aktivitas perusahaan dengan senjata lengkap dan meresahkan masyarakat. Brimob tampak di lapangan ketika pembongkaran pertama Dusun Manawari pada 12 April 2016.
Bapak Enos Abujani, pertama kali melihat aktivitas dua eskavator membongkar muka Dusun langsung memberi tahu warga yang lain. Brimob bersenjata lengkap ada di lapangan mengawasi pembongkaran.
Sekitar 550 meter persegi (M2) telah dibongkar, 15 rumpun sagu telah dirusak pada tanggal 12 April 2016. “Sa pu perut macam diaduk-aduk melihat aktivitas itu. Mereka sedang hancurkan isi perut saya.” ujar Gunawan Inggeruhi yang ikut bersama 3 warga lainnya memprotes aktivitas pembongkaran keesokan harinya, 13 April 2016.
Warga menegur aktivitas pembongkaran sebanyak empat kali. Pada tanggal 16 April warga menegur pagi dan sore hari karena perusahaan tidak juga berhenti.
“Dusun itu saja yang kami minta untuk tidak boleh dibongkar. Karena itu adalah pencarian kami. Itu saya tokok satu karung sudah bisa jadi uang seratus, saya bisa beli saya punya kebutuhan, saya punya garam vetsin, sabun. Kalau dusun dibongkar saya rasa rugi, saya menyesal, sepertinya saya ditelanjangkan,” ujar Mama Yakomina Manuburi sambil menyimpan amarah.
Perwakilan masyarakat sudah meminta bantuan perwakilan DPRD, serta pengaduan ke Kapolres Nabire, terkait aktivitas ini. Perwakilan DPRD Komisi I sempat meninjau lokasi. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan sikap dewan dan Kapolres terkait penghentian aktivitas pembongkaran Dusun Sagu.
Masyarakat Yerisiam Gua Kumpulkan Tandatangan Selamatkan Dusun Sagu
Masyarakat adat Yerisiam Gua mengumpulkan 110 tandatangan dukungan guna menegaskan sikap penolakan mereka atas pembongkaran Dusun Sagu keramat Manawari oleh PT.Nabire Baru (NB), di Kampung Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire.
Tanda tangan penolakan dilakukan sejak Senin (9/5/2016) hingga Selasa (10/5/2016) guna menjawab surat perusahaan yang menyatakan bahwa penolakan masyarakat Yerisiam hanyalah tindakan segelintir orang dan diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu.
“Perusahaan ini memang pandai menipu, semua yang ia katakan di surat itu tidak betul. Masyarakat yang mengetahui kebohongan perusahaan dan menolak keberadaannya saat ini tidak sedikit.” ujar Bapak Yance Maniburi kesal ketika surat respon perusahaan dibacakan di dalam diskusi bersama dengan perwakilan masyarakat adat Yerisiam Gua, Selasa (10/5/2016).
Nabire Baru, melalui perusahaan induknya GoodHope Holding menjawab surat protes masyarakat adat Yerisiam Gua, terkait keberadaan dan aktivitas PT. Nabire Baru. Perusahaan tidak memberikan respon khusus menyangkut pembongkaran Dusun Sagu keramat yang sedang dilakukan perusahaan.
Dalam suratnya tertanggal 29 April 2016 kepada Forest People Program (FPP), Aditia Insani dari pihak GoodHope, mengatakan bahwa PT. Nabire telah memenuhi semua hak-hak masyarakat dan dan memiliki kelengkapan izin serta tanggung jawab sosial.
Ia juga menyatakan bahwa kehadiran Brimob di areal perusahaan adalah atas dasar permintaan warga untuk perlindungan dari ancaman pasukan bersenjata.
“Tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh aparat Brimob” ujar Aditia di dalam surat jawaban tersebut.
Pada tanggal 19 April, masyarakat Yerisiam Gua, melalui Yayasan Pusaka, membuat surat protes pada RSPO (Rountable for Sustanaible Palm Oil) terhadap PT. Nabire Baru terkait perluasan aktivitas perusahaan ke Dusun Sagu Keramat Manewari dan kehadiran Brimob mengawal aktivitas perusahaan yang meresahkan masyarakat.
Menurut YL. Franky, Direktur pelaksana Yayasan Pusaka yang meneruskan permintaan masyarakat Yerisiam Gua, terdapat empat hal yang menjadi landasan sikap masyarakat.
Pertama, PT. NB telah sejak awal hanya mempengaruhi kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan pelepasan tanah, tanpa diiringi musyawarah dan persetujuan masyarakat adat Yerisiam secara luas sebagai pemangku hak atas tanah.
Kedua, masyarakat adat Yerisiam berulangkali mengadukan dan menyuarakan permasalahan perampasan hak-hak tersebut, penderitaan dan kerugian, serta praktik kekerasan menggunakan aparat keamanan Brimob dalam menangani permasalahan, tetapi pemerintah dan perusahaan mengabaikan dan tidak menghormati suara dan keluhan persoalan masyarakat.
Ketiga, perusahaan telah membongkar kawasan hutan alam yang bernilai penting secara ekologi dan terjadi deforestasi, akibatnya masyarakat kehilangan sumber pendapatan dan kini terjadi banjir hebat yang menggenangi kampung Sima tempat berdiam Suku Yerisiam;
Keempat, upaya perusahaan membongkar Dusun sagu keramat Jarae Manawari telah menyalahi kesepakatan yang dibuat masyarakat pada Februari 2016 terkait penolakan plasma di areal dusun.
Perusahaan pernah berjanji untuk tidak akan mengganggu Dusun Sagu. “Dulu mereka bilang akan mengkepulaukan Dusun Sagu ini sebagai milik masyarakat Yerisiam”, ujar Bapak Agus Henawi. “Sepertinya mereka memang bertujuan untuk menghabisi kami.”
Masyarakat Yerisiam Gua menegaskan bahwa janji-janji PT. Nabire Baru sejak awal kedatangan investasi hingga saat ini tidak ada yang dipenuhi.
“Sejak awal mereka berjanji bangun sekolah, gereja, rumah, tapi hingga kini tak satupun dia penuhi,” ujar Ibu Yance Rumbiak.
Menurutnya justru sejak kedatangan perusahaan warga dibuat menjadi saling curiga, memecah belah hubungan keluarga, mengadu domba, dan membuat hidup tidak nyaman di dalam kampung.(*)
Laporan Zely Ariane dari Kampung Sima Kabupaten Nabire Provinsi Papua
Sumber: Yayasan Pusaka http://pusaka.or.id/brimob-dan-pembongkaran-dusun-sagu-suku-besar-yerisiam-gua/