Kepala Suku Auyu: Siap Mati untuk Tanah dan Hutan Adat Kami

Sejak Juli hingga September 2017, perusahaan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari melakukan sosialisasi dan negosiasi dengan warga Suku Auyu yang berdiam pada beberapa kampung, seperti Kampung Ampera, Ikisi, Navini dan Yare, di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.

Menurut Frengky Hendrikus Woro, Warga Kampung Yare, “Kebanyakan marga menolak tidak setuju dengan kehadiran dan rencana perusahaan, karena mereka tidak ingin kehilangan hutan dan tanah”, jelas Frengky pada Okto Waken dari SKP Keuskupan Merauke.

Humas perusahaan, dipanggil Yakup berusaha meyakinkan namun masyarakat tetap menolak. Pihak perusahaan mengundang tokoh masyarakat setempat, Fabianus Senfahagi, membantu meyakinkan masyarakat untuk menerima rencana dan permintaan perusahaan untuk investasi kelapa sawit di wilayah mereka.

Masyarakat tetap menolak menandatangani surat persetujuan untuk ijin usaha perusahaan. Fabianus menjelaskan bahwa pihak perusahaan akan membagi lahan menjadi dua, lahan inti dan lahan plasma.

“Humas perusahaan mengatakan, kami akan istimewakan hak-hak para pemilik tanah adat, pemilik kamu akan duduk manis, habis bulan terima gaji, jaminan keistimewaan itu akan berkelanjutan sampai dengan anak cucu”, cerita Frengky Woro.

Diperkirakan ada 20 marga pemilik tanah yang terkena dampak langsung dari usaha perkebunan perusahaan, yakni: Marga Woro, Mukri, Yame, Misa, Beni, Hamagi, Tifahagi, Nohoyagi, Senfahagi, Aweyoho, Sagi, Soh, Maa, Mabo, Bung, Sifiragi, Abugagi, Hanagi, Awe, dan Momu. Ada dua marga yang mendukung rencana perusahaan yakni marga Senfahagi dan Aweyoho.

Pada pertengahan Oktober 2017, Kepala Suku Auyu di Boven Digoel, Egedius Pius Suam, mengundang perwakilan marga-marga pemilik tanah dari Kampung Ampera, Ikisi, Navini, dan Yare, bertemu di rumah Kepala Suku di Kampung Persatuan Tanah Merah.

Saat mendiskusikan sikap marga-marga terkait rencana PT. Indo Asiana Lestari. tiba-tiba sekelompok orang mendatangi rumah tempat pertemuan. Mereka diduga adalah kelompok pendukung perusahaan. Mereka marah-marah dan bermaksud membubarkan pertemuan.

Frengky Woro menceritakan, “Mereka mengancam dengan kata-kata kasar. Jangan menghalang kami untuk masukkan perusahaan kelapa sawit, kalau menghalangi akan kami bunuh orang menghalangi”, cerita Frengky.

Kepala Suku Auyu, Egedius Pius Suam, menepis kecurigaan kelompok tersebut dan memberikan nasehat, bahwa mereka tidak menghalangi tetapi mengharapkan perusahaan menghormati hak-hak masyarakat pemilik tanah yang lain dan melakukan musyawarahkan secara baik. Mereka mengatakan kalau bapak kepala suku mengadukan permasalahan ini ke kepolisian, maka mereka akan bertindak lebih brutal lagi. “Kami akan bunuh dengan cara kami sendiri,” cerita Frengky.

Menanggapi ancaman tersebut, Kelapa Suku Auyu, menjelaskan bahwa mereka laporkan permasalahan ini ke pihak kepolisian untuk mencari penyelesaian persoalan. Kepala Suku dihadapan kelompok tersebut menyampaikan sikapnya dengan tegas, “Kami siap mati untuk tanah dan hutan adat kami”.

Hingga saat ini, masyarakat adat Auyu setempat masih menyuarakan hak-haknya yang terancam oleh usaha perkebunan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari.

Okt 2017, Okto & Ank

Sumber: http://pusaka.or.id/2017/10/perusahaan-datang-masyarakat-terbelah/

This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.