PT Subur Karunia Raya (PT SKR) terindikasi menipu pemilik tanah ulayat marga Yerkohok melalui perjanjian yang telah dilakukan antara PT SKR dan Donatus Yerkohok selaku tetua marga yerkohok di Kampung Jagiro, Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni.
Berdasarkan keterangan dari Donatus bahwa telah dibayarkan uang ketuk pintu sebesar 195 juta pada tanah seluas 1.649 hektar. Uang tersebut diserahkan oleh pihak perusahaan kepada dua orang sebagai perwakilan keluarga pemilik tempat yaitu Donatus Yerkohok dan Yeremias Yerkohok. Donatus memperoleh uang sebesar 175 juta atas tanah seluas 1.227 hektar, sedangkan Yeremias memperoleh 20 juta atas luasan sekitar 422 hektar. Jika dikalkulasi dalam satuan meter persegi, PT SKR hanya membayar sekitar 14 rupiah per meter persegi kepada Donatus dan 4 rupiah per meter persegi kepada Yeremias.
pemilik hak ulayat tidak tahu tentang isi perjanjian antara PT SKR dan pemilik hak ulayat. Setelah tanda tangan, juga tidak diberikan surat perjanjian asli yang telah ditanda tangani pihak perusahaan kepada pemilik hak ulayat sehingga tidak sesuai dengan prinsip prinsip PADIATAPA yang baik. “Pertama, pada saat itu, perusahaan datang buat surat untuk uang permisi, di situ kita tidak tahu isi suratnya bagaimana, sa mo lapor ini kembali biar tinjau kelapa sawit kembali, kedua kami tanda tangan kami pribumi saja yang tanda tangan, tidak ada pihak berwajib seperti pemeritnah distrik, makanya kemarin itu dong termasuk tipu kita. Surat kesepakatan tidak kasih kita, dong kasih foto saja tidak, perusahan tidak bacakan isi kesepakatan, baru saya juga tidak baca. Waktu itu dong bilang tanda tangan untuk uang ketuk pintu saja, tapi sa lihat begini surat tebal begitu tra mungkin kitong bisa baca” Ujar Donatus.
Selain merasa ditipu dengan perjanjian tersebut, Donatus berkomitmen akan mengembalikan uang permisi yang telah diterima jika perusahaan tidak mau meninjau kembali isi perjanjian. “Kitong minta perusahan untuk tinjau kembali perjanjian itu, kalau tidak itu sa cabut, uang itu sag anti, sa tetap ganti”
Ketika ditanya tentang nama perusahaan yang menjalin kesepakatan dengan pemilik hak ulayat, donatus mengatakan tidak tahu nama perusahan tersebut “Perusahaan sa belum tahu dia punya nama, kita hanya tahu perusahaan masuk di meyado trus masuk di barma” ujar Donatus
Diperkirakan PT SKR mulai menjalin komunikasi dengan tetua marga Yerkohok di kampung Jagiro sejak satu tahun terakhir, namun tidak pernah melaksanakan sosialisasi dengan masyarakat Kampung Jagiro, Distrik Moskona Selatan. Kepala Distrik Moskona Selatan Siprianus Yerkohok juga membenarkan bahwa pihak perusahaan tidak pernah melibatkan pemerintahan distrik. “mereka datang trus langsung ketemu dengan pemilik hak ulayat, tra pernah ketemu dengan kita sebagai wakil pemerintah di tingkat distrik”. Ketika ditanya tentang perjanjian yang telah dibuat antara pihak perusahaan dan pemilik hak ulayat, Siprianus menyampaikan bahwa tidak pernah mengetahui tentang isi pernjanjian dan tidak pernah dilibatkan dalam proses membuat perjanjian.
Tanah Jagiro merupakan tanah miliki leluhur yang diwariskan kepada anggota Marga Yerkohok untuk menunjang kehidupan masyarakat adat. Tanah ini telah dibebani Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT SKR padahal masih terdapat hak masyarakat adat di dalamnya. Masih terdapat metejimow (dusun sagu) di areal tersebut. Dusun tersebut memanjang dari kampung Keibur sampai ke kampung Irahima. Menjelang Natal, Tahun Baru atau acara besar lainnya, anggota marga berkunjung ke metejimow untuk memangkur sagu. Yistus Yerkohok sebagai tetua marga Yerkohok berkomitmen untuk tidak melepaskan metejimow kepada PT SKR. “Kalo kitong pu dusun sagu, harus kita kurung, tidak boleh perusahan buka itu. Itu tempat sejarah, dari dulu moyang pangkur di situ sampai kitong ini. Su trada dusun sagu lain lain, itu saja”
Senada dengan Yustus, Mafret Yerkohok sebagai Perwakilan Pemuda di Kampung Jagiro juga keberatan dengan hadirnya perusahaan. “sa tidak setuju dengan hadirnya kelapa sawit, sebab akan berdampak kepada anak cucu kita ke depan, kami berharap semua pihak dapat terlibat dalam menyelesaikan permasalahan ini.”
Sumber: Siaran Pers Perkumpulan Papah Papua, 28 Mei 2019