Info Lapangan,
Sekitar 100 massa aksi dari Forum Intelektual Malind SSUMAWOMA, melakukan aksi pendudukan kantor perusahaan PT. Mayora dan PT. Astra, di Jalan Ternate, Merauke.
Aksi pendudukan dilakukan pada Jam 11.00 WIT. Aksi digerakkan oleh pemuda dan tokoh masyarakat Malind Muli- Woyu Maklew, Wamal, Dokib, Wambi, Dodalim, Woyu Maklew dan Kimam.
Massa menuntut kedua grup perusahaan tersebut menghentikan kegiatan dan rencana investasi perkebunan tebu yang akan dilakukan di Distrik Okaba, Nguti, Tubang dan Ilwayab.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan perusahaan atas aksi dan tuntutan warga. Aksi ini dijaga oleh puluhan aparat kepolisian setempat.
Beberapa waktu lalu, diinformasikan perusahaan menggunakan aparat Brimob dan stigma separatis untuk memaksa masyarakat setempat menerima perjanjian dengan perusahaan.Satu hari sebelum aksi ada pertemuan dan konferensi pers di Merauke digelar Forum SSUMAWOMA. tabloidjubi.com sempat meliput acara tersebut:
Investor Bawa Konflik Masyarakat Ke Kampung-Kampung
Merauke, 11/8 (Jubi) – Untuk melakukan penolakan terhadap dua perusahan yakni PT Mayora dan PT Astra yang akan melakukan investasi di kampung-kampung di Distrik Okaba serta beberapa distrik lain, maka masyarakat dari Kampung Wambi bersama tokoh adat serta intelektual yang berjumlah puluhan orang, melakukan pertemuan di Payum, Kelurahan Samkai.
Pertemuan tersebut berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Pantauan tabloidjubi.com, Minggu (11/8), dalam pertemuan tersebut, sempat terjadi ‘perang’ argumentasi antara masyarakat sendiri. Namun demikian, semuanya menyepakati secara bersama-sama untuk menolak kehadiran dua investor tersebut. Karena dipastikan tidak akan memberikan suatu perubahan besar bagi orang di kampung.
Tokoh Intelektual Marind, Leonardus Moyuen menegaskan, masyarakat di kampung-kampung sepertinya sudah tertekan dan tak bisa tidur dengan baik. Masyarakat juga tak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Karena, ada rencana dua perusahan untuk masuk di kampung-kampung. “Terus terang, dengan kehadiran perusahan, justru merusak tatanan kehidupan masyarakat antara satu kampung dengan kampung lain,” tandasnya
Persoalannya, lanjut Leonardus, karena saling mengklaim tentang batas wilayah. “Kami tidak mengetahui pasti akan program besar dari pemerintah itu. Tetapi bahwa kalau menginginkan agar perusahan jalan, semua komponen baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, tokoh adat dari setiap kampung serta komponen terkait lain, perlu duduk bersama dengan pemerintah maupun investor untuk membicarakan kembali,” tuturnya.
Selama ini, kata dia, yang terjadi adalah perusahaan masuk secara diam-diam ke kampung-kampung dan menyampaikan kepada beberapa warga setempat untuk melakukan investasi. “Itu cara yang sangat tidak bagus dilakukan oleh perusahan. Olehnya, kami mempunyai suatu komitmen tegas untuk melakukan penolakan berbagai kegiatan yang hendak dijalankan atau dilaksanakan,” tuturnya lagi.
Dia menambahkan, sebagai kaum intelektual, orang tua telah memberikan mandat untuk berbicara dan melakukan intervensi terhadap berbagai kegiatan investasi di kampung. “Kami tidak akan pernah tinggal diam dengan berbagai upaya yang dilakukan perusahan,” tegasnya.
Sementara itu, Tokoh Adat Kampung Wambi, Wilhelmus Bole Kaize mengungkapkan, kurang lebih sepuluh kali telah dilakukan pertemuan secara bersama-sama dengan masyarakat setempat. Hasilnya, warga di kampung tersebut, menolak berbagai kegiatan investasi. Karena itu akan merusak alam yang telah dipelihara dan dijaga dari tahun ke tahun.
Daerah di Kampung Wambi, menurut dia, akan dipergunakan sebagai lokasi pariwisata dan budaya. Karena prospeknya menjanjikan. Dengan demikian, tidak ada kesempatan yang diberikan lagi kepada investor untuk masuk. “Keputusan kami sudah bulat menolak kehadiran investor,” tuturnya. (Jubi/Ans)
Sumber: Jubi http://tabloidjubi.com/2013/08/11/investor-bawa-konflik-bagi-masyarakat-di-kampung-kampung/#
Informasi tentang aksi di Merauke melalui email.