Daud vs Goliath di Tanah Aru

masyrakat-adat-saleramCatatan Rudi Fofid – Ambon

Bulan Desember 2013, PT Menara Group sudah harus beroperasi di Aru. Itu jadwal kerja Menara Group yang sudah menjadi pengetahuan umum para pejabat di Provinsi Maluku dan Kabupaten Aru, terutama caretaker gubernur Maluku Saut Situmorang.

Bagaimana bisa? Para pejabat mengklaim perizinan sudah sesuai prosedur, amdal tak bermasalah, dan orang Aru tidak keberatan. Kalau ada yang keberatan, itu hanya segelintir orang, dan bukan pemilik lahan. Benarkah?

Gaung Save Aru memang sudah menjadi gerakan global. Pelajar, mahasiswa, akademisi, peneliti, aktivis LSM, pecinta alam, jurnalis, seniman, ulama, dan segala kalangan dari lima benua sudah meneriakkan Save Aru. Petisi sudah dicetuskan, lagu dinyanyikan, fragmen dipentaskan, puisi dikobarkan. Api perlawanan terus membesar.

Konsorsium raksasa PT Menara Group berencana membangun kebun tebu di tanah Aru, bumi Jargaria. Mereka berambisi menguasai sekitar 500 ribu hektar lahan untuk maksud itu. Untuk membangun kebun raya tebu dan pabrik gula, mereka lebih dulu membabat habis hutan Aru yang penuh kayu kualitas nomor satu seperti meranti, linggua, kayu besi, dll. Bencana ekologi tak terelakkan, sebab cendrawasih dan satwa endemik di Aru akan terusir dari habitat asli. Rencana Menara Group inilah yang ditentang habis-habisan oleh gerakan Save Aru di seluruh dunia.

Meskipun perlawanan terhadap Menara Group terus membesar seperti bola salju, tapi raksasa Menara Group bukanlah papeda atau kerupuk. Mereka terus menunjukkan keperkasaan sebagai kapitalis baja yang tak kenal menyerah. Mereka terus bergerak dan bergerak seperti gurita yang jemarinya menguasai orang-orang terpenting dan hebat di republik ini. Saking seriusnya, orang-orang Menara Group sampai sioh-sioh minta dukungan srikandi Aru Mercy Barends yang terkenal gigih menolak Menara Group.

“Kami sudah keluarkan banyak uang di sini. Kami ingin kayu di Aru sebab kayu di Indonesia sudah habis. Kami incar Yamdena tapi sudah ada HPH di sana,” ujar orang Menara Group kepada Mercy.

Menara Group punya uang tanpa batas. Ada saham pengusaha minyak Abu Dhabi dan industri raksasa Samsung Korea di Menara Group. Sebab itu mereka selalu menggunakan bahasa uang untuk merangkul kawan dan menaklukkan lawan. Maka dengan uang itulah, Menara Group mampu menguasai pejabat-pejabat di tingkat pusat sampai daerah baik sipil maupun militer.

Dengan uang pula, Menara Group mampu mempengaruhi keputusan pemerintah tentang siapa yang harus jadi caretaker gubernur Maluku dan siapa caretaker bupati Aru. Semua ini demi mengamankan Menara Group masuk Aru.

Menara Group telah menjamu sejumlah anggota DPRD Aru, DPRD Maluku, para pejabat Pemkab Aru, pejabat Pemprov Maluku. Sebab itu, hampir semua pihak yang berkepentingan dengan perizinan Menara Group telah dirangkul dan sudah punya kesepakatan bahwa kebun tebu boleh dibangun di Aru. Sebuah album foto yang diterima maluku online menunjukkan acara silaturahmi DPRD Aru dengan Menara Group. Begitu juga saat perkawinan anak pejabat Depdagri, banyak orang Menara Group hadir saat pesta resepsi.

Saut Situmorang adalah caretaker gubernur yang antara lain diskenariokan oleh Menara Group untuk memuluskan jalan bagi Menara Group masuk Aru. Hal yang sama juga berlaku di Aru. Abraham Gainau adalah caretaker bupati Aru yang juga dalam posisi sama demi memuluskan Menara Group. Abraham sebelum ini menjadi Sekda Aru dan satu klik dengan Tedhy Tengko. Bekas bupati Aru itu sekarang sudah jadi terpidana di Penjara Sukamiskin tapi dialah orang pertama yang memuluskan jalan bagi Menara Group, dengan mengeluarkan rekomendasi tanpa didahului Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Ketika Komisi B DPRD Maluku memanggil instansi teknis, dan juga direksi/komisaris Menara Group, para pembesar ini lebih dulu naik bertemu Saut Situmorang di ruang kerja Gubernur Maluku. Saat itu, Saut memberi petunjuk kepada stafnya agar Menara Group dapat diamankan melalui pendekatan aturan.

Saat ini Menara Group sudah turun ke kampung-kampung membawa uang dalam jumlah banyak, diisi di kantong plastik, dikawal petugas polisi dan tentara. Alat-alat berat pun sudah turun ke Aru dan siap merombak lahan hutan. Kini mereka merayu para kepala desa dan pemilik lahan untuk mau menyerahkan lahannya kepada Menara Group. Terakhir, ketika mereka tiba di Desa Popjetur beberapa hari lalu, Kepala Marga Siarukim secara tegas menolak menerima uang besar itu, dan tetap tidak bersedia menyerahkan tanah kepada Menara Group.

Menara Group dan para kacungnya mulai melakukan langkah-langkah konkrit supaya melemahkan perlawanan gerakan Save Aru. Hal itu antara lain dilakukan dengan membuat pernyataan pers, SMS gelap, SMS teror, adu-domba, kambing hitam. Isinya antara lain menuduh para aktivis Save Aru sudah dibayar oleh PT Nusa Ina. Artinya, PT Nusa Ina membiayai seluruh aksi perlawanan. Tuduhan ini secara terus-menerus dikembangkan supaya timbul antipati sekaligus memecah-belah pergerakan melawan Menara Group. Inilah politik devide et impera yang harus diwaspadai oleh orang Aru.

Mereka membuat pernyataan bahwa orang Aru setuju dengan kebun tebu tapi hanya aktivis saja yang menolak. Pernyataan ini juga salah sebab gerakan Save Aru menjadi besar, semua ini bermula dari kedatangan sejumlah tokoh Ursia dan Urlima ke Balitbang GPM untuk memohon pertolongan Pdt Jacky Manuputty akibat ancaman Menara Group. Lembaga Kalesang Maluku di Ambon dan Koalisi Pemuda-Masyarakat Adat Aru di Dobo, telah mendapatkan 71 tanda-tangan kepala desa di Aru, yang intinya menolak Menara Group. Di Aru terdapat 117 desa, 10 dusun dan dua kelurahan. Desa-desa lain belum didatangi, karena sulitnya medan dan para aktivis tidak punya waktu dan biaya yang cukup untuk berkeliling Aru.

Orang Menara Group juga membuat pernyataan pers bahwa perizinan PT Menara Group sudah sesuai aturan, juga Amdalnya sudah sesuai. Pernyataan ini adalah bohong sebab Amdal dibuat belakangan setelah Tedhy Tengko terbitkan rekomendasi, disusul Karel Ralahalu terbitkan rekomendasi.

Bagaimana mungkin Amdalnya sudah benar. Menurut ahli tanah Prof Dr J. E. Loihenapessy, tanah dan batuan Aru itu 85 persen tersusun dari bahan coral dan sisanya hanya 15 persen tanah endapan, aluvial. Tak mungkin bisa bikin kebun tebu di Aru jadi tak mungkin amdalnya bisa keluar. Kalau sampai keluar, pasti ada penyimpangan. Pakar lingkungan Dr Abraham Tulalessy mengaku bahwa dia sudah mengingatkan dalam sidang komisi Amdal, bahwa proses perizinan dan amdal Menara Group menyalahi aturan, dan berdampak hukum.

“Kita semua bisa masuk penjara,” kata Tulalessy.

PERTAHANAN TERAKHIR

Menara Group sudah mencengkram pusat kekuasaan di Jakarta, juga di Provinsi Maluku dan di Kabupaten Kepulauan Aru. Para birokrat, politisi dan beberapa petualang yang cari makan dengan menjadi babu Menara Group, sangat loyal kepada Menara Group dan cari muka. Mereka menjadi buta terhadap kondisi aktual Aru dan tuli sehingga tak mendengar jeritan orang Jarjui. Pokoknya, mata hati sudah mati. Mereka telah menjadi sangat mata gobang.

Target utama industri raksasa Menara Group saat ini adalah menaklukkan hati para pemilik lahan di kampung-kampung di Aru. Seperti biasa, mereka datang membawa angin sorga, sebuah perusahaan yang baik, yang akan membuka lapangan kerja, dan memberi kesejahteraan. Apalagi, ada banyak ahli di Menara Group yang ahli membangun komunikasi publik yang santun, yang bisa membangun rasa simpati orang kampung kepada industri ini.

Janji kesejahteraan adalah sebuah candu yang tentu bikin mabuk. Sepanjang sejarah Maluku, tak ada satu investasi besar atau industri yang mampu memakmurkan rakyat. VOC menggarap cengkih pala dan hasil-hasil bumi, minyak kayu putih di Buru, minyak di Bula, Nekel di Gebe, Emas di Wetar, ratusan HPH selama orde baru di Halmahera, Bacan, Obi, Taliabu, Buru, Seram, Wetar, Yamdena, semuanya tak memberi kesejahteraan. Perusahaan penangkapan ikan dan udang, juga tak memakmurkan. Hari ini konsorsium Menara Group membabat hutan Aru, menyulap menjadi kebun tebu dan menjanjikan kesejahteraan? Sungguh inilah kebohongan terbesar di abad ke-21, ketika dunia sudah terang benderang seperti ini.

Tapi begitulah tabiat perusahaan eksploitasi, mereka menggunakan segala daya upaya untuk merambah hutan dengan aksi tipu-tipu yang indah. Dalam dua tahun belakangan ini saja, Menara Group sudah mendatangkan ahli-ahli dari dalam negeri dan luar negeri. Ada yang datang dari Bogor, Papua, Jepang, Korea, Inggris, Belanda, Jerman, bahkan Afrika. Ada ahli tanah, ada ahli foto udara. Mereka menggunakan citra satelit untuk menghitung potensi kayu yang bisa digarap, andai izin operasional perusahaan, pelepasan lahan oleh pemilih tanah dan hak guna usaha (HGU) sudah di tangan.

Pencitraan yang baik, janji kesejahteraan dan uang tunai berlakar-lakar di depan mata, tentu saja bisa meruntuhkan pertahanan siapa saja. Bersyukurlah, bahwa orang Aru tidak lembek. Mereka tegak seperti batang-batang mangrove yang menyerupai surga hijau mengepung Aru. Akarnya mencengkram laut, dahannya menjulang menjunjung langit. Teladan seperti yang sudah ditunjukkan Kepala Marga Siarukim di Popjetor sungguh mengharukan. Menara Group datang bawa uang, pengawal, senyum dan rayuan, ternyata ditolak.

Inilah bukti kuatnya orang Aru. Pemilik lahan di Aru adalah benteng pertahanan terakhir, ketika tak ada harapan di Jakarta, Ambon dan Dobo, maka kampung-kampung dengan marga-marganya yang tangguh akan menentukan hidup dan mati, putih atah hitam masa depan Aru.

Mari melawan ! Mari berdoa untuk Aru. Orang Aru seumpama Daud sedangkan Menara Group seumpama raksasa Golliath. Siapa menang? Orang Arulah yang memutuskan sendiri nasibnya. Mau serahkan tanah kepada investor raksasa atau membiarkan Aru tetap lestari bersama cendrawasih dan seluruh flora dan fauna, seluruh sejarah nenek moyang dan masyarakat Jarjui.

Menarik dan sangat puitis jika mendengar suara pemuda dan perempuan Aru pada berbagai kesempatan. “Kami akan pertahankan tanah kami sampai titik darah penghabisan,” kata Mika Ganobal, Ketua Koalisi Pemuda dan Masyarakat Adat Aru.

“Saya tidak takut senapan, saya tidak takut peluru,” kata Mama Costansa, perempuan berusia 60 tahun. Mama Costansa adalah seorang pedagang sayur dan bumbu di Pasar Dobo, bersama kawan-kawannya pernah menduduki Kantor Kejaksaan Negeri Dobo selama satu bulan demi menuntut Tedhy Tengko harus masuk penjara. Mereka berhasil.

Jirjir Duai jaga orang Jarjui orang Aru

Jar Duai jaga Jargaria Tanah Aru

Sumber: http://malukuonline.co.id/2013/11/daud-vs-golliath-di-tanah-aru/

Save Aru: http://savearuisland.com

This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.