Perusahaan masuk, ‘pasar’masyarakat adat terancam.

Perluasan perkebunan kelapa sawit di Tanah Papua terus berkembang. Kali ini sasarannya adalah wilayah Assue, Mappi. Investor mulai datang ke wilayah ini tahun 2015.

Pertama kali pertemuan hari Selasa, 12 Mei 2015 antara investor dengan 7 kepala kampung, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Waktu itu pertemuan bicara soal informasi tentang perkebunan kelapa sawit serta rencana masuknya Tim Amdal.

Pertemuan kedua terjadi tanggal 31 Mei 2015. Pada pertemuan ini yang dibahas soal rencana pembangunan pabrik kelapa sawit serta lahan yang digunakan untuk konsesi seluas 33.775 Ha. Lahan dan pabrik tersebut akan dikelola oleh PT Putra Palm Cemerlang. Selain untuk kelapa sawit, juga untuk perkebunan tanaman pangan sekaligus dengan pabrik pengolahnnya di atas lahan seluas 21.300 Ha oleh PT Ekolindo Palm Lestari, serta untuk perkebunan kelapa sawit seluas 20.725 oleh PT Sawit Murni Sejahtera.

Tiga perusahaan di atas rencananya akan ambil lahan di Busiri, Girimo, Aboge, Kopi, Isage, Kiki, Eci, dan Hafo. Perusahaan dorang banyak kasih janji. Intinya kalau nanti dorang masuk, kesejahteraan dan ekonomi warga akan baik.

Sejak tahun 2015 itu pihak investor su tidak pernah datang.

Sampai awal bulan April 2019 ini, baru dorang datang lagi bikin pertemuan di Aboge. Dorang ubah informasi bahwa kelapa sawit tidak jadi, diganti tanaman pangan. Dorang bagi kuesioner untuk isi biodata kehidupan masyarakat. Setelah isi biodata, dorang bertemu dengan perwakilan Kementrian Lingkungan Hidup. Saat itu masyarakat hampir semua isi kuesioner.

Pada saat tutup rapat saya bicara bahwa pada dasarnya kita punya masyarakat belum tahu tentang perkebunan yang besar dengan luas ribuan hektar. Sehingga kita tidak terima kalau hutan dan tanah dibongkar. Hutan ini seperti kita pu pasar, tempat kita mencari makan. Apakah dengan kehadiran investor itu ke depan dampaknya positif atau negatif? Jadi tanda tanya besar bagi saya. Sebagai warga Aboge (termasuk Aboge dan Girimio), saya menolak. Saya tidak setuju untuk mereka ambil lahan. Kita punya permintaan jangan sampai ke depan tanaman pangan berubah menjadi kelapa sawit.

Kita pu hutan ini kecil. Dari kita ke Busiri cuma 8 KM, ke Eci sekitar 11 KM. Jadi kebun besar ini bisa habiskan hutan di Assue ini. Kita tidak mau jadi korban. Jadi saya keras betul untuk hutan Assue ini tidak dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Kita pu hutan tidak boleh dibuka. Kita pu sumber daya manusia sangat minim. Perusahaan masuk nanti kita tidak bisa bersaing. Segala potensi sumber daya alam yang kita miliki akan rusak. Kita minta pastor (SKP KAMe) teruskan untuk mewartakan.

Bencana di mana-mana su terjadi. Hutan itu yang melindungi alam ini. Tidak boleh ada bencana lagi di Assue ini.

Siapa bilang kita belum sejahtera? Kita sudah sejahtera. Sejahtera yang bagaimana lagi? Tinggal kita gunakan potensi untuk mengolah hutan kita. Bila perusahaan membudidayakan bibit gaharu, kami setuju. Karena tidak merusak alam.

Yanuarius Yawang Kaibu, Kepala Kampung Girimio,

Distrik Assue, Kabupaten Mappi, 22/4/2019

Sumber: Sorak Nomor 78 / April 2019 (Terbitan bulanan Serikat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke)

This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.