TIMIKA – Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Papua, mengkhawatirkan dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan oleh pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit PT Pusaka Agro Lestari (PAL) terhadap kelangsungan hidup warga Suku Kamoro di wilayah pesisir Mimika.
Koordinator SKP Keuskupan Timika, Saul Wanimbo, kepada Antara di Timika, Kamis, mengatakan pembukaan kawasan hutan sekitar Iwaka hingga kepala air di Jalan Trans Timika-Paniai untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh PT PAL bisa mengganggu kelangsungan hidup masyarakat Suku Kamoro di wilayah pesisir Mimika.
Pasalnya, selama ini masyarakat Suku Kamoro mengandalkan hidup dari Sagu, Sampan dan Sungai (3 S) untuk mempertahankan eksistensinya.
“Saya tidak bisa membayangkan lima sampai 10 tahun ke depan bagaimana dengan masyarakat Kamoro yang ada di pesisir pantai. Mereka akan menderita akibat adanya perkebunan kelapa sawit yang ada di kepala air,” kata Saul.
SKP Keuskupan Timika, katanya, sedang mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan untuk menggelar seminar tentang dampak investasi kelapa sawit di Mimika dengan mengundang para pakar dan instansi terkait.
Dari pengalaman di Keerom, Jayapura, Manokwari dan Sorong yang sudah mengembangkan perkebunan kelapa sawit sejak era 1980-an, katanya, kegiatan tersebut sama sekali tidak memberi manfaat ekonomi kepada masyarakat asli Papua.
“Kami mau tanya apa keuntungan yang diberikan kelapa sawit untuk meningkatkan ekonomi masyarakat asli Papua selama ini. Tidak ada satu orang Papua pun yang ekonominya bertambah baik karena adanya perkebunan kelapa sawit,” tutur Saul.
Menurut dia, minimnya manfaat ekonomi yang diterima warga asli Papua dari investasi kelapa sawit lantaran cara bertani orang Papua masih sangat tradisional dibanding dengan daerah lain. Para petani di Papua, katanya, belum mengenal pola pertanian menetap, tetapi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Di samping itu, katanya, sebagian besar suku-suku di Papua masih mengandalkan bahan makanan dari apa yang disediakan oleh alam.
Jika kawasan hutan rusak akibat dibabat untuk kepentingan pembukaan perkebunan kelapa sawit, maka ekosistem penopang kehidupan masyarakat Papua menjadi terganggu atau hilang.
“Kami minta pemerintah daerah agar bijaksana mencermati secara serius persoalan ini. Mungkin saat ini belum kelihatan dampaknya, tapi dalam beberapa tahun ke depan kita akan memanen masalah. Pemerintah harus tegas untuk menghentikan investasi ini kalau tidak mau masyarakatnya menjadi menderita,” tutur Saul.
Ia menambahkan, SKP se-Papua sejak 2005 menyatakan perang terhadap investasi kelapa sawit karena hal itu juga tidak menguntungkan dari aspek kelestarian hutan. Meski telah menggelar berbagai lokakarya dan seminar dengan mengundang para pakar dan pengambil kebijakan, namun pemerintah daerah di Papua seakan tidak berdaya menghadapi investasi bertopeng kelapa sawit.
Sesuai data dari Dinas Kehutanan Mimika, PT PAL akan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di wilayah Distrik Iwaka hingga Distrik Mimika Barat seluas 38 ribu hektare.
Perusahaan tersebut sudah mengantongi izin hak guna usaha (HGU) dari pemerintah dan izin usaha dari Bupati Mimika sejak 2007. (ant/bom/lo1)
Sumber: Bintang Papua http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/papua/papua-selatan/item/13158-skp-perkebunan-kelapa-sawit-ancam-warga-kamoro