Pengapalan batubara yang pertama dari pelabuhan kontainer Arar di Sorong berangkat kemarin, Rabu 11 Juni, menurut berita di salah satu media lokal Sorong, Lensa Papua.
Kapal dengan muatan 5.500 ton batubara berangkat dengan tujuan Amurang, Sulawesi Utara untuk menjadi bahan bakar untuk pembangkit listrik di sana. Perusahaan tambang yang disebut dalam artikel adalah PT Megapura Prima Indah.
Menurut berita di Lensa Papua “Meskipun hasil tambang batubara yang saat ini dalam tahap pemuatan ke dalam tongkang dengan bobot 5.500 ton belum memiliki kualitas super, akan tetapi sangat diyakini bahwa batubara tersebut nantinya akan lebih bermutu lagi.”
Walaupun ancaman dari tambang batubara belum separah seperti di Kalimantan Timur atau Kalimantan Tengah, memang di beberapa daerah ada banyak perusahaan tambang yang sedang melakukan kegiatan explorasi. Selain di wilayah Sorong, ada juga areal yang sangat besar diincar korporasi dari Teluk Bintuni dan Teluk Wondama sampai ke Kabupaten Nabire. Banyak juga di daerah Sarmi dan Waropen, Fakfak dan Mimika, serta di kaki selatan Pegunungan Tengah, di sekitar Kabupaten Yahukimo. Dari data terakhir yang kami punya (peta konsesi tambang dari tahun 2012), ada sebanyak 115 konsesi tambang di Tanah Papua yang mencakup areal lebih dari 3,5 juta hektar, atau seluas provinsi Jawa Barat!
Tentu saja kalau masuk tahap produksi, areal yang digali akan lebih kecil daripada konsesi explorasi. Namun sangat jelas bahwa industri batubara di Papua punya potensi cukup besar. Seperti pengalaman dengan industri lain sudah terbukti, misalnya industri perkebunan, tambang mas dan migas, memiliki potensi untuk menimbulkan konflik dan pelanggaran HAM yang sangat tinggi.