Manokwari, TP – PT Mitra Silva Lestari (MSL) dikabarkan sudah mempekerjakan masyarakat untuk melakukan pembibitan kelapa sawit di Kampung Yarmatum, Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel).
Padahal, PT MSL disebut-sebut belum mengantongi izin lingkungan atau mengurus dokumen Amdal ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Papua Barat.
Pimpinan PT MSL, A.J. Siregar membenarkan jika pihaknya sudah melakukan pembibitan Kelapa Sawit atas permintaan disertai desakan warga setempat. Sementara untuk pengurusan dokumen Amdal, is mengaku sedang dalam proses pengurusan.
“Kita mendapat desakan dari masyarakat agar mereka diberikan pekerjaan, makanya kita buka lahan di bekas kebun warga kurang lebih 2 hektar untuk tempat pembibitan Kelapa Sawit, sehingga warga di sana bekerja mengisi bahan ke dalam polybag”, terang Siregar yang dihubungi Tabura Pos via ponselnya, kemarin.
Diakui Siregar, PT MSL dalam posisi dilema, dimana warga mengatakan jika terlalu lama perusahaan membuka lapangan pekerjaan, nanti mereka tidak mau lagi menerima perusahaan.
Oleh sebab itu, lanjut dia, pihaknya mengakomodir permintaan dan desakan warga untuk melakukan pembibitan. “Kita buat pembibitan dulu, tapi kita buat di lahan kebun warga,” tandas Siregar.
Mendapatkan desakan dari warga, sambut Siregar, maka pihaknya berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari Selatan, dalam hal ini Kepala Dinas PTSP.
“Kita tanya bagaimana ini pak, masyarakat desak kita. Beliau memberi saran agar kami kasih pekerjaan ke masyarakat, tetapi jangan dulu membuka hutan. Itulah dasar kami melakukan persiapan kecambah kelapa sawit. Selain itu, warga juga mau memberikan lahan bekas kebunnya untuk kita, sehingga kita tidak ada buka hutan,” tandas Siregar.
Sementara itu, Kepala Bidang Penataan dan Penegakkan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidoup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daniel L Haumahu, mengakui bahwa PT MSL belum memiliki dokumen Amdal sampai saat ini.
“Kita belum ada urus Amdal PT MSL. Dulu pernah mereka ajak kita lakukan sosialisasi Amdal ke masyarakat di Mansel, tapi kami melihat tidak sesuai mechanism, maka kami anjurkan agar pemrakarsa ikut atau koordinasi dulu dengan kami dengan melibatkan SKPD terkait di Provinsi. Namun sampai sekarang mereka tidak pernah datang lagi urus dokumenntnya,” tandas Haumahu yang dihubungi Tabura Pos, kemarin.
Untuk itu, ia menegaskan, PT MSL jangan membuat warga menjadi tameng supaya memaksakan keinginan perusahaan. Segera urus izin dan ikut mekanisme yang berlaku. Kalau tidak mau, kena pidana,” tukasnya.
Ia menambahkan, di Kabupaten Mansel memang sudah ada DLH (Dinas Lingkungan Hidup), tetapi belum memiliki tim teknis untuk mengurus dokumen Amdal, sehingga mereka wajib mengurusnya ke DLH Provinsi Papua Barat.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Mansel mengaku belum menerima laporan tentang pembibitan kelapa sawit tersebut.
“Memang belum lama ini, kami ada sosialisasi dan rapat di Kantor Bupati, tetapi waktu itu Sekda tegaskan, jangan bergerak dulu sebelum ada izin lingkungan atau dokumen Amdal dari perusahaan. Kita tidak boleh menabrak aturan yang telah ditetapkan pemerintah,” tandas Bua.
Menanggapi kejadiaan itu, aktivis lingkungan dari Pantau Gambut Papua Barat, Yohanes Akwan menegaskan, sebelum semua proses izin dilakukan, tidak boleh ada aktivitas apapun, meski itu di kebun masyarakat.
“Mau di kebun masyarakat pun, tidak boleh diberikan izin oleh pemerintah, karena tidak ada izinnnya”, ujar Akwan, kemarin.
Dikatakannya, intinya tidak boleh ada aktivitas dan sangat tidak masuk akal kalau disebut atas dasar desakan masyarakat. “Ada pernah kasus di Papua Barat ini, masyarakat menyesal telah memberikan tanah adatnya ke perkebunan kelapa sawit dengan tipu daya yang sudah dilakukan perusahaan,” ungkapnya.
Sebelum ada perizinan dan kepastian hak-hak masyarakat, ujar Akwan, tidak boleh melakukan aktivitas, apalagi dengan alasan desakan masyarakat.
Lanjut dia, dari informasi yang didengarnya, dari beberapa kali pertemuan, tidak semua masyarakat di sana menyetujui atau menerima rencana kehadiran perusahaan kelapa sawit.
“Masih ada yang menerima dan ada yang menolak, maka pemerintah harus hadir dan duduk bersama semua lapisan masyarakat dan melakukan musyawarah agar tidak ada konflik di tengah masyarakat di kemudian hari,” pungkas Akwan.
Sumber: Tabura Pos (edisi cetak 8 Agustus 2019)