Jayapura (4/7)—Sekretaris lembaga Masyarakat Adat (LMA) kampung Kaiburse, Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Papua mengaku, masyarakat adat Kampung Kaiburse ditekan dengan berbagai macam kebijakan dari Pemerintah setempat tentang investor. Berbagai kebijakan itu berlangsung sejak masuknya proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
“Kami makin ditekan dengan berbagai macam kebijakan dari Pemerintah tentang investor. Kebijakan-kebijakan berlangsung sejak pemberlakuan proyek MIFEE. Ini yang membuat kami tertekan sampai sekarang,” kata Paulus dalam diskusi dan sharing dengan puluhan mahasiswa Merauke tentang MIFEE di Asrama Maro di Padang Bulan, Abepura, Jayapura, rabu (4/7).
Menurut Paulus, sebenarnya persoalan transmigrasi dibeberapa tempat dimana perusahaan MIFEE itu beroperasi, belum diselesaikan. Padahal, masalah itu sudah mendera beberapa daerah itu selama 30 tahun. “Masalah transmigrasi di kampung Kaiburse dan beberapa tempat lainnya belum selesai. Padahal, masalah ini sudah 30 tahun. Tapi, masalah ini belum selesai, proyek MIFEE masuk lagi bikin kami tambah pusing,” ungkapnya.
Bagi dia, transmigrasi perlu diurus hingga tuntas. Pasalnya, transmigrasi itu adalah asset daerah yang perlu dihatikan untuk pengembangan sebuah daerah. Tapi juga, harus mengacu pada budaya dan adat-istiadat setempat. Selain itu, nama-nama sebuah wilayah juga perlu diperhatikan secara baik. Paulus mengaku, sementara ini pihaknya sementara mengurus persoalan transmigrasi. Masalah yang sementara diurus terkait nama tempat yakni Rawansari, Padang Raharja, Sukamaju dan Kerik Enam.
“Nama-nama tempat ini yang sementara kami urus. Karena, trans yang ada yang mengakibatkan nama tempat berubah. Kemudian mereka (transmigrasi) tambah banyak,” tuturnya. Namun, masalah ini belum selesai, Pemerintah Daerah Merauke gencar memetahkan tanah untuk proyek MIFEE. Kata dia, pemetaan wilayah dan tanah yang dibuat pemerintah dilakukan tanpa berkoordinasi dengan masyarakat adat sebagai pemilik tanah.
“Tindakan seperti ini yang membuat kami masyarakat adat sangat-sangat tidak setuju dengan kebijakan yang tidak pernah berpihak kepada masyarakat adat,” tegasnya. Tempat yang dipetakan untuk proyek MIFEE tak melibatkan masyarakat. hingga kini, masyarakat setempat hidup dibawah tekanan kebijakan pemerintah yang berpihak pada investor.
Koordinator divisi advokasi lingkungan dan pengembangan sumber daya alam (PSDA) Foker LSM Papua di Jayapura, Abner Mansai mengatakan sampai saat ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk sebuah perusahaan, tak pernah berpihak pada masyarakat pemilik lahan. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah belum tentu menguntungkan masyarakat. Sebaliknya, menguntungkan perusahaan.
Mega Proyek MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate / Lumbang Pangan dan Energi Terpadu Merauke) dicanangkan secara resmi oleh mantan bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan UT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010. selain menteri pertanian Suswono, hadir juga Djoko Kirmanto (Menteri Pekerjaan Umum), Fadel Muhammed (Menteri Kelautan dan Perikanan), Bayu Krisnamurthi (Wakil Menteri Pertanian), Deputi Menko Perekonomian Anna Mu’awanah (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI) dan Sutarto Alimoeso (Direktur Utama Perum Bulog). (Jubi/Abubar)
sumber: tabloid jubi