Jumat sore (21/4) di halaman Posyandu Kampung Zanegi, Distrik Animha, Merauke, warga ramai dengan gelar tikar berkumpul mendiskusikan berbagai hal terkait keberadaan perusahaan hutan tanaman PT. Selaras Inti Semesta (SIS), salah satu isu yang menarik dan serius tentang janji perusahaan untuk membantu pendidikan anak-anak sekolah di Kampung Zanegi.
Bonafasius Gebze, Pjs. Kepala Kampung Zanegi, ketika PT. SIS awal datang ke Zanegi, berkisah mengenai janji perusahaan SIS tentang pendidikan anak, katanya menirukan tuturan orang perusahaan, “Bukan saja kami mengolah kamu punya hutan, kami juga akan menyekolahkan kamu punya anak-anak”.
Pada saat itu perusahaan belum buka, sudah ada beberapa anak tamatan SMP dari Zanegi, lalu Pace Bon (nama panggilan) usulkan nama anak-anak Zanegi dan berharap dapat bantuan dana beasiswa untuk pendidikan tingkat lanjut dari perusahaan SIS. Kata orang perusahaan, “aktivitas perusahaan belum berjalan jadi sabar saja, kalau perusahaan berjalan anak-anak akan disekolahkan dan dikuliahkan di Jawa, dimana saja”, tapi realitasnya sampai hari ini janji tersebut tak kunjung datang dan ribuan hektar hutan sudah dibuka.
Tidak ada banyak anak Marind di Kampung Zanegi yang bisa melanjutkan hingga tingkat SMP. “Kebanyakan anak-anak yang sudah sekolah lanjutan di Wayau dan Kumbe kembali pulang kampung dan tindak lanjut lagi. Mereka tidak tahan tinggal di asrama dan numpang di rumah orang, mereka perlu biaya untuk makan dan sebagainya, orang tua tidak punya uang untuk membiayai anak-anak, akhirnya mereka pulang”, cerita Jordanius Poliyama, Kepala Sekolah SD di Zanegi. Masyarakat berharap ada bantuan dari pemerintah dan perusahaan untuk membiayai anak-anak mereka bersekolah dengan baik hingga tingkat lanjutan atas, “Tapi mereka tidak ada perhatian, orang tua tidak diperhatikan perusahaan, misalnya diberikan pekerjaan yang baik, diberikan beasiswa sekolah, akhirnya orang tua tidak bisa dukung anak-anaknya untuk sekolah,” jelas Kepsek Jordanius Poliyama. Warga meragukan janji perusahaan dan menyela, “Mereka mungkin takut juga kalau nanti anak-anak ini jadi pintar, bisa buat mereka menuntut kembali hak-haknya yang dirampas”.
Sampai hari ini tersisa tiga orang asal Kampung Zanegi yang bekerja di perusahaan dan statusnya masih Buruh Harian Lepas (BHL) dengan pendapatan jauh lebih rendah dibandingkan sebelum ada perusahaan.
Kondisi siswa sekolah di kampung juga memprihatinkan, kwalitas kemampuan dan pengetahuan peserta didik rendah, penyebabnya salah satu adalah ketersediaan dan kemampuan konsumsi pangan anak-anak yang rendah. “Dahulu sebelum ada perusahaan masuk, anak-anak bisa bertahan belajar sampai jam 12, sekarang anak minta pulang menangis lapar jam 11, karena tidak makan di rumah, padahal perusahaan sudah ada, tidak ada perkembang yang bagus” cerita Jordanius yang mengajar di Zanegi sejak sebelum perusahaan SIS beroperasi.
Kepsek Jordanius juga berapa kali pergi ke Dinas Pendidikan memohon minta bantuan rumah guru di kampung, karena ada tujuh guru, baru ada dua rumah dinas, di rumah itu mereka terpaksa tinggal bersama seadanya. Pemerintah hanya menanggapi dengan mengatakan bahwa perusahaan sudah janjikan akan bangun sarana pendukung. Tapi sampai sekarang tidak ada dan masyarakat dipaksa tergantung pada pemerintah dan perusahaan.
Kepala Kampung Zanegi berpendapat, “Sekarang kita korban yang dipaksakan menyesuaikan diri dengan dorang (perusahaan), sebenarnya kita tidak sekolah sampai kesitu dan tidak mampu sebenarnya, tetapi kita paksa keadaan ini supaya bisa bekerja dan tergantung dengan perusahaan. Semestinya pemerintah persiapkan manusia dulu sebelum terima investor, berikan pendidikan pengetahua sampai sudah pintar.
Semua warga yang hadir pada pertemuan sore itu berpendapat pendidikan formal itu perlu agar mereka tidak dibodoh-bodohi orang, agar mereka mempunyai kemampuan untuk bekerja di perusahaan dan kantor pemerintah, agar bisa mengelola sendiri usaha masyarakat.
Sumber: Pusaka http://pusaka.or.id/janji-perusahaan-sis-tak-kunjung-datang/