Saat moratorium hutan diperpanjang, berikut ini contoh dari Mappi tentang bagaimana perpanjangan itu tidak ada artinya

Moratorium hutan Indonesia diperpanjang pada hari Rabu, 13 Mei 2015, tepat pada hari habis masa berlakunya. Moratorium sudah diperpanjang satu kali pada tahun 2013 dan semestinya menghentikan pemerintah untuk menerbitkan izin baru di kawasan hutan alam primer atau lahan gambut.

Aktivis lingkungan Indonesia telah mendesak Presiden Jokowi untuk memperkuat moratorium, namun versi perpanjangan hampir sama saja dengan versi sebelumnya. Peta baru kawasan yang masuk dalam wilayah moratorium diterbitkan setiap enam bulan, kawasan lahan gambut diberi warna merah muda dan hutan alam primer warna hijau. Kawasan bukan lahan gambut, bukan hutan alam primer, atau lahan dimana sudah ada izin diberi warna abu-abu.

Namun demikian, setiap enam bulan kawasan berwarna hijau dan merah muda menyusut dan kawasan berwarna abu-abu bertambah (Anda dapat melihatnya sendiri di peta yang tersedia online di:http://appgis.dephut.go.id/appgis/petacetak.aspx ). Salah satu penyebab perubahan itu adalah adanya permohonan dari perusahaan-perusahaan kepada Kementerian Kehutanan yang menyatakan bahwa wilayah konsesi mereka bukan hutan alam primer, atau bukan lahan gambut. Kementerian Kehutanan tampaknya sangat mudah memenuhi permohonan-permohonan tersebut. Di Papua, banyak lahan untuk proyek MIFEE dikeluarkan dari target moratorium pada bulan November 2011. Lalu pada November 2013 sejumlah perusahaan perkebunan di Papua berhasil mengusulkan agar wilayah konsesi mereka dikeluarkan dari target moratorium. Kebanyakan mengaku bahwa wilayah konsesi mereka adalah hutan sekunder.

Revisi ketujuh peta moratorium diterbitkan enam bulan lalu pada November 2014. Lagi-lagi, beberapa wilayah dikeluarkan dan hampir pasti berkaitan dengan wilayah dimana perusahaan mengajukan izin untuk pembangunan perkebunan besar. Berikut ini peta Kabupaten Mappi di utara kota Bade, sebelum dan sesudah revisi terakhir:

himalaya ago id

Terima kasih kepada Kementerian Kehutanan, mereka mempublikasikan daftar korespondensi terkait dengan perubahan peta moratorium, sehingga kita dapat melihat sendiri bahwa tiga perusahaan (PT Himagro Sukses Selalu, PT Bangun Mappi Mandiri dan PT Mappi Sejahtera Bersama) mengajukan usulan pada bulan Agustus 2014 dengan menyatakan bahwa tidak ada lahan gambut di dalam wilayah konsesi mereka. Kementerian Kehutanan menanggapi aplikasi tersebut dalam bulan yang sama, menyetujui permohonan perusahaan dan wilayah mereka dikeluarkan dari revisi peta ketujuh.

Ketiga perusahaan tersebut mengantongi izin untuk total luas wilayah 80.000 hektare. Alamat mereka menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari perusahaan Himalaya Group. Kegiatan utama kelompok perusahaan ini adalah manufaktur, ekspor dan impor mesin. Tidak ada tanda-tanda bahwa kelompok ini pernah terlibat dalam usaha perkebunan.

Pihak Himalaya Group tidak menanggapi email dari awasMIFEE pada bulan Februari lalu mengenai rencana perkebunan mereka. Satu-satunya laporan mengenai rencana mereka dimuat oleh sebuah majalah kecil di Papua, Majalah Lani, yang menyebutkan bahwa dua perusahaan (PT Himagro Sukses Selalu and PT Mappi Sejahtera Bersama) bermaksud mengembangkan 60.000 hektare kebun karet dan 20.000 ha sisanya, dialokasikan untuk PT Bangun Mappi Mandiri, untuk sawah padi, jagung dan kacang kedelai.

This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.