(English) The Salim Group’s Secret Plantations in West Papua.

Ma\’af, tulisan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris. Kadang-kadang ada artikel ditulis dalam Bahasa Inggris yang perlu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Kalau ada ahli bahasa yang ingin membantu dalam hal ini, tolong kirim email kepada: awasmifee@potager.org

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , , , , | Komentar ditutup

Masyarakat Adat Suku Marap Tarik Kembali Tiga Lahan Kelapa Sawit di Arso

tiga-lokasi-perkebunan-sawit-di-arso-di-tarik-kembali-oleh-masyarakat-adat-suku-marapKEEROM, SUARAPAPUA.com — Lahan perkebunan sawit milik PT. PN II kebun sawit Arso, ditarik secara adat oleh pemilik hak ulayat suku Marap di Arso, khususnya di area perkebunan sawit inti III, inti IV dan inti V. Aksi ini dilakukan di kampung Yamara PIR V, distrik Manem, kabupaten Keerom, Papua, Rabu (27/4/2016).Maickel Fatagur, ketua Keret marga Fatagur sebagai pemilik tanah ulayat dan beberapa Keret marga seperti Wabiager dan Gumis mengatakan, sudah tidak ada lagi pertemuan apapun dengan pihak perusahaan. Pasalnya, tiga lahan yang digunakan PT. PN sudah ditarik secara adat.

“Kami sudah tarik secara adat. Jadi, sekarang sudah tidak ada lagi pertemuan-pertemuan dengan pihak perusahaan. Lahan sudah jadi milik kami. Silahkan PTPN II Arso kamorang bawa pulang kamorang punya sawit dan kitong bawa pulang tanah kami. Itu saja,” tegas Fatagur kepada Manajer PT. PN II kebun Arso, Rabu (27/4/2016) di Tami, distrik Manem, Keerom.

Menurut Maickel, sudah 30-an tahun PT. PN II kebun Arso berada di atas tanah milik marga Fatagur dan beberapa sub marga lainnya, namun masalah kesejahteraan tak pernah dirasakan oleh masyarakat setempat sebagai pemilik hak ulayat.

“Selama ini kesejahteraan masyarakat pemilik hak ulayat tidak pernah diperhatikan. Tanah yang dipakai oleh PT. PN II Arso di tiga lokasi kebun inti III, kebun inti IV dan kebun inti V seluas 1.300 hektar,” ujar Fatagur.

Dominika Tafor, sekretaris Himpunan Mahasiswa Boda (HMB) kabupaten Keerom yang juga anak adat dari suku Marap mengatakan, dirinya mendukung aksi yang dilakukan oleh masyarakat adat setempat.

“Kami sangat mendukung aksi yang dilakukan oleh masyarakat adat suku Marap kampung Workwana pada hari ini. Kami dukung, karena selama ini perusahaan tidak perhatikan nasib masyarakat. Mereka hanya datang menghancurkan kami,” ujarnya .

Sementara itu, Menejer PT. PN II kebun Arso, Hilarius Manurung, ketika menyambut kedatangan masyarakat adat di kantor perusahaan perkebunan arso di Tami mengatakan, pihaknya akan tampung semua aspirasi dan teruskan ke pemerintah kabupaten Keerom.

“Kami perusahaan milik pemerintah, semua aspirasi atau keluhan itu kami tampung dan akan kami teruskan kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti. Kami tidak bisa berbuat banyak. Yang kami bisa lakukan hanya melanjutkan saja semua keluhan masyarakat ini,” tutur Manurung.

Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , | Komentar ditutup

Buku Inkuiri Adat Komnas Ham menemukan masyarakat adat Papua yang membela haknya sering distigmatisasi separatis

inkuiri nasional“Khusus wilayah Papua, pemerintah perlu mengkaji ulang konsep pembangunan di Papua berdasar pada prinsip penghormatan dan perlindungan HAM… …Pemerintah, Gereja dan MHA perlu segera merumuskan konsep pembangunan khas Papua, menyelesaikan konflik hak dan pengelolaan SDA serta menghapuskan stigma separatis kepada masyarakat yang membela dan memperjuangkan hak asasinya. “

Begitulah salah satu rekomendasi laporan baru Komnas HAM tentang hak masyarakat adat di kawasan hutan. Laporan berjilid empat itu menyampaikan semua riset dan temuan Inkuiri Adat nasional yang tahun 2014 lalu sudah keliling nusantara untuk mendengarkan keterangan dari kelompok masyarakat adat tentang situasinya dan perjuangannya. Di antara banyak rekomendasi lain kepada sejummlah instansi permerintah, ada usulan bahwa aparat TNI/Polri perlu ditarik dari korporasi di wilayah masyarakat hukum adat. Komnas HAM juga mengambil sikap jelas untuk menolak MIFEE di Merauke, dan merekomendasikan kementerian pertanian untuk kaji ulang dan revisi peraturan dan kebijakan pertanian dan perkebunan skala luas, termasuk MIFEE, yang mengakibatkan pelanggaran hak masyaakat hukum adat.

Dalam temuan dan analisis, beberapa karakteristik khusus di daerah-daerah tertentu dibahas. Di Papua, selain mengkritisi MIFEE, para penulis juga secara tegas mengkritisi pendekatan keamanan NKRI di Papua, dimana walaupun selama puluhan tahun orang asli Papua tidak diperdayakan secara systematis dan juga menjadi korban pelanggaran HAM, mereka selalu disalahkan dan distigmatisasi sebagai separatis. Di bawah ada kutipan dari temuan tersebut:

Stigma Separatisme di Papua

124. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di Papua sangat melimpah. Emas, perak, ikan, hutan, rotan, dan minyak semuanya ada di sana. Papua memberikan sumbangan luar biasa besarnya kepada Indonesia setiap tahun. Namun, kondisi yang kaya tersebut ironisnya justru berbading terbalik dengan kondisi masyarakatnya. Berpuluh tahun rakyat Papua justru dikejar, ditangkap, disiksa, dipenjarakan, dibunuh, dan terus-menerus dilabel dengan stigma separatis, makar dan anggota OPM. Mereka juga dibuat tidak berdaya dan dimiskinkan secara struktural dan sistematis.

125. Tim Inkuiri menemukan bahwa dalam konteks Papua, isu keamanan dan politik lebih mengemuka dari pada isu pembangunan dan pemberdayaan. Berbagai tuntutan bagi adanya partisipasi masyarakat untuk menjamin dan melindungi hak-hak masyarakat adat akan tanah dan sumber daya alamnya lebih dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi dan politik.

126. Selain itu status otonomi khusus bagi Papua dalam kenyataannya belum mampu menyelesaikan konflik agraria dan pengelolaan SDA. Lagi-lagi, upaya mempertahankan dan membela hak-hak adat MHA ditanggapi dengan stigmatisasi mereka sebagai kelompok bersenjata atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).

MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate)

127. Pada kasus MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) di Papua yang diangkat dalam DKU Tim Inkuiri mendengarkan keterangan dari anggota MHA dari Suku Malind. Program MIFEE adalah bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) khusus untuk koridor 6 Papua dan Maluku. Keberadaan MIFEE dipertegas melalui Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011—2025.

128. Dimulai pada 2010, dengan luas lahan 2,5 juta hektar dari luas total Kabupaten Merauke sekitar 4 juta hektar, proyek ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah pusat menjadikan Merauke sebagai pusat pangan. Saat diluncurkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, proyek ini ditargetkan bisa “memberi makan penduduk Indonesia dan dunia.” Namun ternyata kehadiran MIFEE justru menimbulkan ketidakadilan bagi Suku Malind Anim yang sebelumnya menjadikan hutan sebagai lahan untuk mencari makan. Akibat kehadiran MIFEE, hutan dibabat, pohon-pohon sagu yang jadi sumber makanan sudah ditebang dan hewan untuk berburu sudah hilang. Akibatnya kini warga sudah kesulitan mencari makan.”

129. MIFEE disusun tanpa partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat lokal secara luas, padahal objek MIFEE termasuk wilayah-wilayah adat mereka. Hampir seluruh kegiatan MIFEE berbasiskan eksploitasi SDA. Namun, hak asasi manusia dan daya dukung lingkungan tidak menjadi pertimbangan utama. Ditemukan bahwa Hampir seluruh kegiatan MIFEE berbasis pada eksploitasi SDA. Namun, HAM dan daya dukung lingkungan tidak menjadi pertimbangan utama. Saat ini sudah mulai terjadi ketegangan- ketegangan akibat pelaksanaan proyek-proyek MIFEE.

130. Pada 2014 sudah mulai terjadi ketegangan-ketegangan akibat pelaksanaan proyek-proyek MIFEE. Apabila dilanjutkan, MIFEE dapat mengakibatkan konflik berbasis SDA dan kerusakan ekologis yang tidak menguntungkan bagi MHA dan masyarakat lokal lainnya. MIFEE juga berpotensi melanggar hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan dan menghilangan akar/ jati diri masyarakat.

Read More »

Posted in Perkembangan Terkait | Tag , | Komentar ditutup

PT SIS Beroperasi, Masyarakat Kampung Sanegi Tak Diberdayakan

Merauke, Jubi – Masyarakat di Kampung Sanegi [sering ditulis Zanegi], Distrik Malind, Kabupaten Merauke mengungkapkan kekecewaan mereka kepada PT SIS yang melakukan penebangan  dan pengolahan pohon milik warga, Pasalnya setelah kurang lebih tiga tahun beroperasi, PT SIS tak melibatkan satupun warga kampung tersebut.

“Memang sejak tahun 2010 saat perusahaan mulai berjalan, kurang lebih 30 warga Kampung Sanegi direkrut dan diberdayakan di perusahaan. Namun, pada tahun 2012 silam, diberhentikan dengan alasan kegiatan penebangan tidak dilaksanakan lagi. Padahal, sampai sekarang  penebangan berjalan terus,” ujar Kepala Kampung Sanegi, Ernes Kaize kepada Jubi di kampungnya Rabu (23/3/2016).

Kaize menuturkan, sudah tiga tahun ini, masyarakat sebagai pemilik hak ulayat tidak dilibatkan untuk bekerja.  Padahal, sesuai kesepakatan bersama perusahaan, warga tetap dipekerjakan sebagaimana biasa sepanjang perusahaan tetap beroperasi.

 Dikatakan, sudah berulang kali  ia mendatangi pimpinan perusahaan dan menanyakan bagaimana kesepakatan pemberdayaan warga yang merupakan pemilik tanah ulayat. Namun sayangnya, kurang diresponi baik. “Terus terang, saya juga bosan untuk mendatangi perusahaan, lantaran tak ada jawaban pasti,” tuturnya.

Menyangkut luas lahan yang  digunakan, Kaize mengaku, dirinya kurang  mengetahui secara jelas. “Saya sudah coba meminta berapa hektar hutan milik masyarakat yang ditebang dan berapa yang belum, tetapi datanya tidak diberikan perusahaan,” kata dia.

Dia mengaku jika lahan yang ditebang, telah ditanam kembali dengan pohon. Tetapi  belum semua dilakukan. “Kami berharap agar perusahaan mempunyai komitmen untuk bagaimana menanam pohon kembali  yang telah ditebang,” ujarnya. Read More »

Posted in Berita Merauke | Tag , , | Komentar ditutup

The Mahuzes

‘The Mahuzes’ adalah sebuah dokumentar tentang perjuangan marga Mahuze di Merauke, salah satu film dibuat dalam perjalanan satu tahun Ekspedisi Indonesia Biru. Selama satu tahun Dandhy Laksono dan Ucok Suparta keliling Indonesia naik sepeda motor dengaan tujuan membuat beberapa film tentang keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia, sering di tempat-tampat dimana warga sedang berjuang untuk mempertahankan tanah atau budayanya.

Dalam empat tahun terahkir di sekitar Kampung Muting lima perusahaan sudah membabat hutan adat suku Marind untuk perkebunan kelapa sawit raksasa. Dampak perkebunan-perkebunan ini sangat merugikan marga Mahuze – salah satu marga suku Marind – bahkan air Sungai Bian yang dulu sangat bersih, sudah tidak layak minum. Marga Mahuze menolak jual tanah ulayatnya, dan memasang tanda sasi sebagai larangan perusahaan masuk. Namun perusahaan (dalam kasus ini PT Agriprima Persada Mulia) langsung mencabut saja patok dan tanda sasi . Selain konflik langsung dengan perusahaan, kita bisa lihat konflik horizontal yang sering muncul kalau perusahaan yang tak bertanggung jawab datang membawah uang tunai banyak sebagai ganti rugi. Satu hari ada upacara perdamaian dan persetujuaan batas antara suku Marind dan suku Mandobo, namun nanti kita lihat bahwa ada juga konflik yang muncul dalam marga Mahuze sendiri, karena beberapa tokoh masyarakat dicurigai menerima perusahaan secara diam-diam.

Pada saat peluncuran tahun 2010 Merauke Integrated Food and Energy Estate digambarkan sebagai proyek pertanian industri raksasa, terintegrasi dan modern, namun dalam kenyataan hanya menjadi dalih untuk perampasan tanah. Dalam lima tahun MIFEE hanya memfasilitasi ekspansi perkebunan besar di daerah Muting dan beberapa daerah lain. Namun bulan Mei 2015, President Joko Widodo datang ke Merauke untuk hidupkan kembali rencana awal untuk konversi lebih dari sejutah hektar hutan dan savana menjadi sawah. Pembuat film kunjungi juga tahap percontohan ekspansi persawahan ini, dan memperlihatkan bagaimana pemerintah pusat memerintahkan melaksanakan megaproyek tanpa peduli kondisi social dan lingkungan lokal. Dalam kasus ini salah satu masalah adalah air tanah yang tidak cukup untuk irigasi skala luas. Menurut Irawan, petugas perairan, sebagian besar air di tanah yang datar ini adalah air hujan saja.

Makanan pokok orang Marind adalah sagu yang sejak zaman leluhur selalu mereka panen di dusun-dusun. Sebagai diceritakan Darius Nerob “Kalau kita tanam padi kan, mungkin setengah tahun baru kita panen nanti kita makan. Kalau sagu, tidak – hari ini tidak ada makan, hari ini kita tebang, satu keluarga bisa tahan setengah tahun” Read More »

Posted in Berita Merauke, Uncategorized | Tag , , , , , , | Komentar ditutup

Pemerintah Kampung Akudiomi Distrik Yaur Kabupaten Nabire Hentikan Kegiatan Pengelolaan Hasil Hutan Dan Laut

Kampung Akudiomi, Distrik Yaur Kabupaten Nabire, atau lebih dikenal Kampung Kwatisore adalah kampung yang berhadapan tepat dengan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) dan juga tempat di mana terdapat ikan hiu paus yang lagi marak dikunjungi wisatawan lokal dan juga mancanegara.

Beberapa hari lalu (10/02/2016) di Balai Kampung Akudiomi, pemerintah kampung melakukan pertemuan dengan masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh gereja, membahas “larangan pengelolaan hasil hutan dan laut” yang lagi marak dikerjakan dan dirusak di wilayah pemerintahan kampung Akudiomi oleh para pengusaha.

Hal ini dilakukan karena alam mereka banyak dijarah dan dirusak oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Laut tempat mata pencaharian mereka dirusak seperti bom, potasium, racun ikan, oleh nelayan luar dan orang-orang dari luar kampung Akudiomi. Menurut mereka banyak ikan-ikan yang mati dan berserakan di permukaan laut akibat ulah mereka menggunakan cara-cara yang merusak laut.

Alasan lain karena laut mereka mereka berhadapan dengan TNTC yang dilindungi, yang harus butuh ketegasan dari masyarakat dan pemerintah kampung, untuk menjaga wilayah tersebut sehingga tetap lestari.

Larangan itu juga berlaku untuk hutan mereka, mereka menghentikan semua pengusaha yang beroprasi di hutan mereka. Dan hal itu merupakan komitmen bersama masyarakat kampung Akudiomi.

Oleh karena itu, pembersihan seluruh pengusaha di wilayah adat dan pemerintahan kampung Akudiomi direncanakan akan dilakukan pada tanggal 22 Februari 2016 dalam bentuk operasi pembersihan oleh Pemerintahan dan seluruh masyarakat adat kampung. Tembusan juga disampaikan kepada Muspida dan pihak-pihak terkait. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , | Komentar ditutup

Surat Terbuka Kepada Presiden Joko Widodo untuk Menghentikan Program Investasi Menciptakan Lapangan Kerja

Kepada Yang Mulia Bapak Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara

Dengan hormat,

Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan akan menghentikan ketidakpastian dan belenggu transisi yang berkepanjangan dengan memberi jalan bagi kelahiran Indonesia hebat dan meneguhkan kembali jalan ideologis berdasarkan Pancasila dan Trisakti.

Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan visi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Guna mewujudkan visi tersebut bagi jalan perubahan, maka dirumuskan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawacita.

Hari ini (22 Januari 2016), kami membaca dan mendengar Tuan Presiden meluncurkan program Investasi Ciptakan Lapangan Kerja Tahap III di Wonogiri, Jawa Tengah. Pemerintah mengumumkan ada 10 pabrik dan perusahaan swasta terlibat dalam program tersebut, terdiri dari 8 perusahaan bermodal asing (PMA) dan sisanya perusahaan modal dalam negeri, yang mana sebanyak tiga perusahaan beroperasi ditanah Papua, yakni: perusahaan modal asing PT. Nabire Baru (Nabire, Prov. Papua), perusahaan modal asing PT. Bio Inti Agrindo (Merauke, Prov. Papua) dan PT. ANJ Agri Papua (Sorong Selatan, Prov. Papua Barat). Ketiganya berinvestasi dalam usaha perkebunan kelapa sawit.

Kami masyarakat adat Papua dan aktivis organisasi masyarakat sipil sangat resah dan marah atas program Tuan Presiden, karena program ini tidak seperti mimpi kami mengenai kesejahteraan dan pembangunan di tanah Papua. Keputusan atas program ini sudah pasti bukan berdasarkan hasil musyawarah ataupun dialog dengan masyarakat Papua. Program ini menyimpang dari jalan ideologis dan sistem nilai musyawarah, membelokkan jalan Indonesia hebat dan kembali masuk dalam belenggu sistem ekonomi neoliberal yang menguntungkan kelompok pemodal tertentu dan memiskinkan rakyat kebanyakan.

Dalam pengalaman hidup kami, kehadiran perusahaan tersebut terbukti belum sepenuhnya.memberikan manfaat sosial dan ekonomi berarti untuk memajukan kualitas hidup Orang Asli Papua dan lingkungan alam. TanahPapua hanya dijadikan ladang pemerasan untuk investor dan pejabat pendukungnya, sedangkan masyarakat asli hanya menjadi penonton dan berkonflik menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM. Karenanya, program tersebut akan melukai hati kami yang sedang menuntut perubahan dan keadilan.

Tuan Presiden, sejak awal kehadiran dan keberadaan ketiga perusahaan ini terlibat bersengketa dengan masyarakat adat setempat, karena menggunakan praktik-praktik kotor manipulasi dan intimidasi, terlibat dalam kejahatan kehutanan, melakukan pembakaran lahan, menggusur dusun sumber pangan masyarakat, membongkar hutan tempat sakral dan menghancurkan ritus budaya kehidupan orang Papua. Kehadiran perusahaan juga telah menciptakan konflik, kriminalisasi penangkapan sewenang-wenang terhadap tuan tanah dengan berbagai tudingan dan stigma OPM yang merendahkan martabat orang Papua. Praktik kekerasan dialami masyarakat adat setempat dan berujung dengan pelanggaran HAM. Bahkan dua diantara perusahaan tersebut sedang dalam proses gugatan masyarakat, yakni: PT. Nabire Baru di PTUN Jayapura dan PT. ANJ Agri Papua di PN Sorong.

Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , , , | Komentar ditutup

Empat Tahun, Brimob Sebabkan15 Kasus Kekerasan di Area Kelapa Sawit Nabire

brimob nabireJayapura, Jubi – Kehadiran Satuan Brigadir Mobil Kepolisian Daerah (Satbrimob Polda) Papua di area kelapa sawit yang dikelola PT. Nabire Baru (NB) di distrik Yaro, Kabupaten Nabire, Papua justru mengancam hak hidup masyarakat adat Yerisiam Gua.

Hal itu dikatakan sekretaris Suku Besar Yerisiam Gua, Roberthino Hanebora. Selain pemilik hak ulayat, karyawan serta serta pihak-pihak lain juga turut merasakan ancaman ini.

“Kekerasan-kekerasan itu terhitung sejak tahun 2011 hingga tahun 2015. Korban kekerasan fisik atau penganiayaan sebanyak 7 Orang. Terdiri dari 3 orang pemilik hak ulayat. 4 orang karyawan (buruh sawit),” jelas Roberthino Hanebora kepada Jubi melalui wawancara elektronik, Sabtu (14/11/2015).

Selain itu, Hanebora juga menyebutkan, intimidasi dan teror sebanyak 8 kasus kepada hak masyarakat adat dan karyawan. “Jadi, jumlah keseluruhan adalah 15 kasus (periode 2011-2015),” tuturnya.

Terjadi kekerasan kepada pemilik ulayat dan juga karyawan, lanjutnya, ketika menuntut hak dan upah mereka. Mereka juga sering melakukan bisnis jual beli kayu. Kayu-kayu dari hasil land clearing lokasi areal sawit PT.NB.

“PAM Brimob Sawit juga sering tak menghargai tugas dan tupoksi sejumlah Polsek (Kepolisian sektor) setempat di wilayah teritorial tersebut. Dan sering juga monopoli kasus-kasus Kamtibmas yang terjadi di tengah masyarakat dengan cara-cara ekstrim yang adalah tupoksi Polsek dan Koramil setempat,” ujarnya. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , | Komentar ditutup

(English) Merauke Burns – but were the plantations to blame?

Ma\’af, tulisan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris. Kadang-kadang ada artikel ditulis dalam Bahasa Inggris yang perlu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Kalau ada ahli bahasa yang ingin membantu dalam hal ini, tolong kirim email kepada: awasmifee@potager.org

Posted in Berita Merauke | Tag , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | Komentar ditutup

(English) Oil palm plantation development & forest fires in southern Papua, September-October 2015

Ma\’af, tulisan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris. Kadang-kadang ada artikel ditulis dalam Bahasa Inggris yang perlu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Kalau ada ahli bahasa yang ingin membantu dalam hal ini, tolong kirim email kepada: awasmifee@potager.org

Posted in Berita Merauke | Tag , , , | Komentar ditutup