Awal tahun 2014 lalu, Kementerian Kehutanan memberikan izin pelepasan kawasan hutan kepada perusahaan PT. Berkat Setiakawan Abadi (BSA) untuk budidaya perkebunan karet seluas 8.937,39 ha berlokasi dikawasan hutan sekitar Kampung Werabur, Weianggi dan Kurei, Distrik Nikiwar, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.
Perusahaan PT. BSA milik Yoseph Park, asal Korea Selatan, sudah pernah ditolak warga tahun 2008, tetapi Bupati Teluk Wondama tetap mengeluarkan surat izin untuk usaha perkebunan.
Dukungan pemerintah dan aparat keamanan ada bersama PT. BSA. Hari Senin, (18 Mei 2015), perusahaan datang ke daerah ini bersama rombongan dari Dinas Kehutanan, Kepolisian Sektor Windesi dan Koramil TNI Windesi. Perusahaan PT. BSA hendak melakukan pertemuan sosialisasi rencana survey lahan perkebunan karet di Kampung Werabur, Distrik Nikiwar. Ada perwakilan masyarakat Kampung Werabur, Kurei, Werianggi, Tamode dan Idor.
Banyak warga yang ingin mengetahui rencana perusahaan tetapi tidak dapat masuk kedalam ruangan pertemuan Kantor Distrik Nikiwar. Mereka protes dari luar karena tidak dapat mendengarkan dan bertanya dalam acara tersebut. Merry Torembi Karena, perempuan asal Kampung Kurei, mengungkapkan “Kami sebagian masyarakat yang hadir hanya di luar tidak dapat mengikuti pembicaraan dan tidak memungkinkan untuk bertanya, pertemuan ini hanya untuk bos-bos saj,a kenapa tidak buat di Balai Desa agar kami bisa terlibat”, ungkap Merry.
Warga juga keberatan karena belum ada penjelasan yang baik rencana perkebunan karet PT. BSA dan rencana survey. Manusawai, Sekretaris Kampung Kurei, menjelaskan “Saya anggap perusahaan tidak jelas karena hanya menjelaskan yang baik-baik saja, kami bertanya tetapi pihak perusahan atau pemerintah tidak menanggap itu”, cerita Manusawai.
Manusawai yang berpengalaman menjadi mandor pekerjaan perusahan perkebunan kelapa sawit PT. Varita Majutama di Bintuni, mengisahkan pengalamannya, “Awal perusahaan beroperasi memang masyarakat akan senang, tetapi setelah alam rusak, sungai-sungai rusak, masyarakat akan mengeluh karena tak ada lagi udang atau ikan, mau berburuh sudah jauh. Hasil lain seperti dusun sagu, kayu gaharu, kayu lawang , kayu masohi, rotan, semua akan hilang dan untuk membangun rumahpun juga akan susah mendapat kayu”, kisah Manusawai.
Pada forum rapat, Manusawai menyampaikan keberatan dengan rencana PT. BSA dan meminta warga mempertimbangkan dampak dari kehadiran perusahaan. Masyarakat adat Papua di Distrik Nikiwar mempunyai mata pencaharian berburu, berkebun dan mengelola hasil hutan, seperti masohi dan gaharu. Perkebunan karet yang akan membabat hutan sekitar kampung akan mempengaruhi mata pencaharian dan pendapatan masyarakat setempat.
Selain itu, warga curiga terhadap rencana survey perusahaan bukan untuk tujuan perkebunan karet melainkan survey potensi tambang, sebagaimana pengalaman perusahaan sebelumnya. Jakob Torembi, tokoh agama di Kampung Werabur, mengungkapkan “saya curiga dan mempertanyakan rencana survey perusahaan yang dipimpin oleh insinyur, bukan tujuan survey lahan perkebunan karet tetapi pengolahan tambang di daerah ini. Kalau mau survey silahkan asal jangan buat gerakan tambahan lagi”, jelas Jakob Torembi.
Sumber: http://pusaka.or.id/warga-nikiwar-keberatan-dengan-rencana-pt-bsa/