Kementerian Kehutanan beberapa waktu yang lalu (Mei 2013) mengeluarkan keputusan SK No. 2796 tahun 2013 tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPIB) Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukkan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain.
Ketentuan ini menetapkan perubahan (revisi) yang keempat peta indikatif (PIPIB) pada kawasan hutan dan APL di Indonesia. Di Merauke, Provinsi Papua, terdapat beberapa perubahan berarti dalam peta indikatif (PIPIB) dibeberapa wilayah dari waktu ke waktu sejak peta indikatif (PIPIB) ini dikeluarkan tahun 2011. Perubahan peta indikatif (PIPIB) di Merauke cenderung mengakomodasikan izin-izin investasi perusahaan yang berlangsung dalam skema MIFEE untuk pengembangan bisnis pangan dan energy.
Pada peta indikatif revisi IV Lembar 3407 (tahun 2013) terlihat perubahan jika dibanding lembar peta serupa pada tahun 2012, sebagian kawasan hutan disekitar Kampung Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring berubah menjadi lebih kecil. Perubahan ini diidentifikasi mengakomodir permohonan izin dari dua perusahaan perkebunan tebu PT. Papua Daya Bio Energi dan PT. Tebu Wahana Kreasi, yang ditenggarai milik dari Medcoagro Group.
Semenjak tahun 2010, pemerintah daerah Merauke telah menerbitkan izin lokasi kepada perusahaan tebu PT. Papua Daya Bio Energi dengan areal seluas 13.396 ha dan PT. Tebu Wahana Kreasi dengan areal seluas 20.282 ha. Pada tahun 2012, perusahaan melakukan sosialisasi rencana mereka di Kantor Distrik Tanah Miring, membicarakan soal uang kompensasi dan janji-janji, serta membagikan baju kaos.
“Hanya sekali saja perusahaan sosialisasi, seterusnya saya tidak tahu. Mereka akan menggunakan tanah kawasan hutan dari SP9 di Kampung Hidup Baru ini sampai di daerah Senayu. Mungkin mereka sudah melakukan pengukuran tanah tapi kami tidak tahu”, kata Bonefasius Kaize, tokoh masyarakat pemilik tanah marga di Kampung Hidup Baru, Distrik Tanah Miring.
Orang Marind yang berdiam disekitar lokasi perusahaan di Tanah Miring sedikit sekali yang mengetahui informasi rencana dan aktivitas kedua perusahaan tersebut. Mereka juga belum pernah bertemu dengan petugas pemerintah dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang melakukan survey penggunaan kawasan hutan setempat.
“Kami tidak tahu informasi ini, ada banyak orang yang datang dan klaim punya lahan disini, tanpa musyawarah dengan pemilik tanah, seperti proyek kebun cokelat di Tanah Miring”, ungkap Natalis Ndiken, tokoh adat di Kampung Tambat, Distrik Tanah Miring.
Masyarakat tidak tahu dan tidak pernah diberikan informasi perubahan yang ada dalam peta indikatif (PIPIB). Mereka tidak tahu siapa orang dan lembaga yang memberikan izin-izin penggunaan kawasan hutan, padang dan rawa milik warga setempat yang ada di Kampung Hidup Baru sampai ke Senayu.
Pengakuan masyarakat ini bertentangan dengan isi keputusan SK 2796 tahun 2013, bahwa perubahan peta indikatif berdasarkan masukan masyarakat. Ketentuan ini tidak lain hanya berdasarkan klaim dan izin perusahaan. Ketentuan ini mengabaikan hak-hak masyarakat atas tanah dan sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya alam Orang Papua.
Sumber: Pusaka http://pusaka.or.id/revisi-peta-indikatif-pipib-2013-di-merauke-hanya-berdasarkan-izin-perusahaan/