Nabire, MAJALAH SELANGKAH — “Perusahaan Kelapa Sawit di kabupaten Nabire harus segera ditutup!” begitu tegas kepala suku besar Yerisiam, Simon Petrus Hanebora dalam releasenya kepada media ini. Ia kembali mengajak untuk memantau perkembangan berjalan selama satu tahun belakangan ini, tentang persoalan Masyarakat Pribumi Suku Besar Yerisiam, atas eksploitasi, pembalakan liar dan proses pembiaran yang di lakukan oleh dua perusahaan kelapa sawit PT. Nabire Baru bersama PT. Sariwana Unggul Mandiri di atas lahan adat milik masyarakat pribumi suku Yerisiam.
Menurut Beliau, dampak dari beroperasinya kedua Perusahaan tersebut sudah sangat memprihatinkan. “Kayu, rotan dan makluk hidup yang ada di atas areal tersebut digusur dan mati tanpa ada pertanggungjawaban,” tulisnya dalam release yang dikirim kepada www.majalahselangkah.com. “Padahal aktivitas perkebunan tersebut sarat dengan persoalan. Mulai sengketa pemilik ulayat antara pihak pro dan kontra sawit, klaim HPH yang belum usai, dan persoalan ijin Amdal dari BABEDALDA Provinsi Papua. Namun kegiatan aktivitas perushaan terus dilakukan,” lanjutnya.
Penebangan hutan sudah masuk hingga areal-areal keramat, dusun-dusun sagu dan pinggiran pantai. Ribuan pohon kayu putih dan rotan yang memiliki nilai komersial diterlantarkan dan di kuburkan begitu saja. Sedangkan kayu Merbau/kayu besi terus menjadi buruan dan incaran kedua perusahaan tersebut.
Tulinya lagi, bahwa Pemberitahuan/surat menyurat kepada lembaga-lembaga yang bertanggung jawab seperti, DPRD Nabire,Kehutanan Nabire,Perkebunan Nabire,Kapolda Papua dan BAPEDALDA Papua, oleh masyarakat adat tak pernah digubris, seperti ada kepentingan pribadi di balik aktifitas tersebut. Ribuan pohon kayu dan rotan terus digusur.
“Hal ini membuat kami masyarakat pribumi suku besar Yerisiam tidak tahu kemana lagi harus mengadu tentang persoalan dan hak kami sebagai masyarakat pribumi,” tulisnya.
“Pers release ini kami sebar, sehingga dapat di ketahui oleh umum dan juga menjadi wacana kepada pihak-pihak yang di sebutkan di bawah ini, agar tindak lanjut dalam bentuk investigasi lapangan dan advokasi dapat di laksanakan. Mengingat areal Masyarakat Pribumi Suku Yerisiam sudah sangat memprihatinkan,” tulis kepala suku besar Yerisiam ini prihatin terbadap nasibnya bersama anggota sukunya di atas tanah leluhur mereka.
Berikut pernyataan sikap masyarakat pribumi suku besar Yerisiam. Pertama, Meminta Komnas HAM Pusat, Kapolri, dan unsur-unsur terkait untuk melakukan investigasi dan advokasi tentang penyimpangan aturan oleh Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Daerah Nabire, dan perusahaan kelapa sawit PT. Nabire Baru Bersama PT. Sariwana Unggul Mandiri, yang selama ini bekerja di atas areal Masyarakat Pribumi Suku Yerisiam, agar bertanggung jawab atas ribuan pohon dan rotan yang di tebang dan ditelantarkan.
Dua, Meminta KPK untuk menyelidiki Bupati Nabire, DPRD Nabire, Dinas Kehutanan Kabupaten Nabire, Dinas Perkebunan Nabire, PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri, karena ada indikasi suap-menyuap dan kongkalingkong, karena selama ini terkesan lembaga-lembaga ini terus menjadi pelegal terhadap aktivitas perkebunan kelapa sawit yang secara riil sarat dengan persoalan yang merugikan rakyat Yerisiam dan kepentingan.
Ketiga, meminta kepada Ketua DPRD Nabire, untuk meletakan jabatan sebelum PEMILU 2014, karena terkesan membiarkan perusahaan sawit PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri dalam melakukan praktek-praktek kotor di atas penderitaan suku besar Yerisiam, tanpa ada suara satupun sebagai wakil rakyat. Ada indikasi, ini hanya untuk kepentingan politik dalam hal finansial dan memanfaatkan suara karyawan perusahan di PEMILU 2014.
“Kami sangat mengharapkan penanganan serius oleh pihak-pihak yang sebagian di sebutkan diatas dalam mencari jalan keluar bagi masyarakat pribumi Suku Besar Yerisiam. Sudah cukup masyarakat di Pravi Manokwari-Papua Barat yang menjadi korban oleh dalil investasi sawit ini. Jangan lagi terjadi kepada kami Masyarakat Pribumi Suku Besar Yerisiam,” katanya. (MS)