PT. Tanda Sawita Papua merupakan perusahaan Sawit yang beroperasi di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom. Perusahaan tersebut beroperasi sejak tahun 2008 dengan luas lahan yang digarap sekitar 18.000 Hektar. Perusahan PT. Tanda Sawita menggunakan Pola Inti dan Plasma. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang dikuasai dan dikelola oleh perusahaan yang disebut dengan Lahan Inti. Lalu lahan perkebunan yang diserahkan pengelolahannya kepada petani yang disebut dengan Plasma.
Seiring dengan kehadiran perusahaan PT. Tanda Sawita Papua di Arso Timur, muncul pro dan kontra di antara masyarakat dengan program yang ada. Namun demikian suara kelompok bermodal tetap saja menjadi lebih kuat. Alasan yang diberikan adalah demi kesejahteraan. Pemerintah hanya mendengarkan pihak perusahaan bahwa perusahaan merupakan mitra Pemerintah yang akan menjalankan program pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dibenarkan oleh bapak Ondo Ujung Karang, yang bertemu mantan Bupati Drs. Selsius Watae sebelum perusahaan PT. Tanda Sawita Papua beroperasi di Arso Timur.
Bagi masyarakat Arso, hutan dipahami sebagai ibu yang menyediakan segala sesuatu bagi kehidupan mereka. Hutan di wilayah tersebut secara turun temurun dijaga, dikuasai dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Pendeknya, masyarakat hidup dan memiliki kehidupannya bersama alam. Masyarakat tidak pernah kelaparan karena alam menyediakan makan untuk segenap masyarakat. Jernihnya aliran air menjadi sumber untuk melepas dahaga. Ketentraman dan kedamaian menjadi potret dari keadaan sosial atas relasi antar anggota masyarakat. Setiap permasalahan dipecahkan secara bersama yang tidak terlepas dari ritual-ritual yang berhubungan dengan relasi sosial dan alam. Bagi masyarakat asli konsep kesejahteraan yakni mereka dapat berdamai dengan masyarakatnya dan alam. Memang tidak dapat dipungkiri ada beberapa masalah yang terjadi pada masyarakat terutama menyakut sarana transportasi dan pendidikan yang tidak diperhatikan pemerintah saat itu.
Inilah peluang yang kemudian digunakan perusahan PT. Tanda Sawita Papua untuk mengobarkan janji – janji mereka. Perusahaan Perkebunan tersebut mengkampanyekan akan membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik sarana – prasana yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat seperti transportasi, pendidikan, rumah sehat dan air bersih. Ganti rugi tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya menjadi tanggung jawab PT. Tanda Sawita Papua melalui pola yang disebut Tali Asih. Pembayaran dilakukan dalam III tahap. Pembayaran Tali Asih dijadikan bahasa yang lazim dipakai perusahaan untuk mengalihkan hak penguasaan atas tanah di Arso Timur kepada perusahaan.
Protes masyarakat terhadap pembayaran Tali Asih yang terlalu kecil dan janji-janji perusahaan yang tidak dipenuhi kurang ditanggapi perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat hanya slogan. Kenyataannya, sarana transportasi berupa jalan dibiarkan rusak begitu saja, Perusahaan membangun jalan hanya di wilayah yang dilewati oleh mobil – mobil perusahaan. Sarana pendidikan dan sarana kesehatan dibiarkan begitu saja. Belum lagi penggunaan obat – obatan kimia untuk perawatan tanaman membawa dampak lingkungan dan tercemarnya sumber air bersih.
Masyarakat sudah melihat realitas yang ada bahwa dampak kehadiran perkebunan Sawit membawa kemunduran. Namun seperti masyarakat lainnya, masyarakat cenderung diam terhadap ketidakadilan yang dialaminya. Atas nama pembangunan pemerintah mengorbankan masyarakat asli lalu untuk siapa pembangunan perkebunan kelapa sawit khususnya di Arso Timur.
Source: Fransiskan Papua http://www.fransiskanpapua.net/2014/05/1345/potret-kenistaan-perusahaan-sawit-kepada-masyarakat.php
[catatan awasMIFEE: PT Tandan Sawita Papua diketahui bagian dari Grup Rajawali yang juga punya dua perkebunan tebu di Merauke. Sebenarnya PT Tandan Sawita Papua, serta beberapa perkebunan sawit Rajawali lainnya, dimiliki Green Eagle Group, usaha patungan antara Rajawali dan perusahaan asal Perancis bernama Louis Dreyfus Commodities. PT Tandan Sawita Papua mau terlihat sebagai perusahaan tanggung jawab sebagai anggota Global Compact PBB, namun bagaimana kalau terus-menurus menghancurkan lingkungan, mengeksplotasi buruhnya dan memecat mereka kala mereka menuntut haknya, dan tidak peduli tentang kebutuhan masyarakat asli setempat?]
One Trackback
[…] memperbaiki infrastruktur setempat dan memberikan kompensasi yang memadai, analis HAM setempat mempertanyakan niat penandatanganan mereka kepada UN Global Compact. Pekerja HAM juga mempersoalkan peran […]