Perusahaan Menara Group* Tidak Melaksanakan Kewajibannya

Sepanjang tahun 2011 hingga 2014, Menteri Kehutanan telah menerbitkan sesurat keputusan pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit di wilayah Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, yang diberikan kepada 12 perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Ada lima perusahaan diantaranya masih berhubungan atau dimiliki oleh perusahaan Menara Group*, asal Malaysia, yakni: PT. Usaha Nabati Terpadu (37.918 ha), PT. Megakarya Jaya Raya (39.920 ha), PT. Kartika Cipta Pratama (38.160 ha), PT. Graha Kencana Mulia (38.725 ha), PT. Energi Samudera Kencana (38.525 ha). Hingga saat ini, baru ada satu perusahaan PT. Megakarya Jaya Raya (MJR) yang beroperasi di wilayah Kampung Anggai, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel.

Menurut Stevanus Meanggi, warga Kampung Anggai, perusahaan PT. MJR sudah melakukan penggusuran dan pembongkaran hutan sejak tahun 2013 dan hingga kini dengan luas lebih dari 3.000 hektar atau kurang dari 10 persen dari luas izin. Sebagian besar lahan sudah ditanami kelapa sawit. Perusahaan juga sedang mengusahakan pembangunan pabrik kayu lapis di lokasi bernama Sabageran.

Kepala Bidang Perencanaan Dinas Kehutanan Boven Digoel, Zeth Manti, menilai kinerja PT. MJR dalam usaha bisnis kelapa sawit kurang mampu sehingga luas lahan yang ditanam mengalami keterlambatan, “Mereka pernah mengajukan perpanjangan izin hingga dua tahun untuk lahan persemaian, padahal ini bisa dilakukan dalam waktu tiga bulan. Ada hambatan dan gugatan dari masyarakat untuk perolehan lahan, mungkin karena tidak melakukan pendekatan terlebih dahulu ke masyarakat”, kata Zeth Manti.

Beberapa permasalahan dilapangan yang teridentifikasi, yakni: masih ada anggota marga tidak setuju hutan mereka digarap perusahaan, intimidasi untuk perolehan lahan, pemberian kompensasi ganti rugi tanah yang tidak adil, penggusuran dusun sagu, kompensasi harga kayu yang rendah rata-rata Rp. 10.000 per batang, diskriminasi tenaga kerja Papua, upah buruh rendah, janji-janji perusahaan yang belum terealisasi, perusahaan mengabaikan kesepakatan, masyarakat belum menerima perjanjian penggunaan lahan dan sebagainya.

Hambatan perusahaan dilapangan, perkembangan pekerjaan, realisasi kegiatan dilapangan  dan bagan rencana kerja, semestinya dilaporkan kepada pemerintah daerah dan instansi terkait secara berkala, tetapi hal ini tidak dilakukan, sebagaimana dikeluhkan Zeth Manti.

“Perusahaan mempunyai kewajiban untuk membuat laporan berkala yang disampaikan kepada kami, supaya kami mengetahui keadaan perusahaan. Tetapi kenyataan perusahaan tidak pernah melaporkan dan tidak pernah berkoordinasi dengan kami”, ungkap Zeth Manti.

Zeth Manti juga sudah mendengar informasi pembangunan pabrik pengolahan kayu lapis di Kampung Anggai dan upacara adat syukuran pembangunan pabrik, tetapi tidak ada pemberitahuan dan undangan yang diterima kepada Dinas Kehutanan Boven Digoel, sehingga mereka tidak tahu ditailnya.

“Katanya hari ini (04/11/2016) sudah ada pesta adat pembangunan pabrik, paling tidak instansi terkait diundang, kalau mereka tidak menghargai kita yak, juga kita tidak menghargai mereka, dalam arti regulasinya, bagaimana mereka tahu diri bahwa ada pemerintah disini”, kata Zeth Manti.

Kepala Bappeda Boven Digoel, Ir. Wempi Hutubessy, juga tidak mengetahui dan belum pernah menerima laporan mengenai aktifitas perusahaan Menara Group tersebut. Bappeda juga belum pernah menerima dan membahas AMDAL perusahaan.

“Kami Bappeda hanya membahas AMDAL tiga perusahaan perkebunan kelap sawit pada akhir tahun 2013, yakni: PT. Wahana Agri Karya, PT. Dura Visi Global dan PT. Visi Hijau Nusantara, yang berakhir dengan penolakan”, jelas Wempi Hutubessy.

Sejauh ini belum ada teguran dan sangsi yang diberikan pemerintah terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya. Menanggapi penjelasan pemerintah tersebut, Michael Felix Yonggap, pemilik tanah di Kampung Anggai, menyatakan, “Kalau memang mereka tidak memberikan laporan, Saya minta pemerintah atau dinas terkait menghentikan izin pembongkaran lahan dan HGU dicabut” tegas Michael.

Sumber: Pusaka http://pusaka.or.id/perusahaan-menara-group-tidak-melaksanakan-kewajibannya/

*[catatan awasMIFEE: Ada bukti yang kuat bahwa  PT Megakarya Jaya Rayasudah dijual kepada Pacific Inter-link, sebuah perusahaan pedagang minyak sawit berkantor di Malaysia yang juga merupakan anak perusahaan Hayel Sayed Anam Group dari Yemen. Hal ini belum dikonfirmasikan oleh Pacific Inter-link. Menara Group adalah mantan pemilik yang juga menguraus sejumlah izin-izin, namun sekarang diduga hanya pegang minoritas sahamnya.]

This entry was posted in Seputar Tanah Papua and tagged , , , . Bookmark the permalink. Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback-URL.