(English) Grabbing land locally, changing climate globally: the winners and the losers in West Papua’s plantation boom

Ma\’af, tulisan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris. Kadang-kadang ada artikel ditulis dalam Bahasa Inggris yang perlu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Kalau ada ahli bahasa yang ingin membantu dalam hal ini, tolong kirim email kepada: awasmifee@potager.org

Posted in Seputar Tanah Papua, | Komentar ditutup

Perempuan Yerisiam Gua: Dusun Sagu Ini Hidup Kami

[catatan awasMIFEE: Artikel ini oleh Zely Ariane diterbit  tabloid Jubi tanggal 29 October 2016, setelah versi lain sudah dimuat di Suarapapua.com bulan Mei lalu. Ada beberapa berkembangan sejak artikel ditulis, walaupun banyak masalah belum selesai. Untuk menjawab keluhan Pusaka kepada RSPO terkait berbagai masalah dengan PT Nabire Baru, perusahaan sepakat duduk bicara dengan masyarakat untuk diskusi masalah dusun sagu yang mulai dibongkar bulan April 2016. Pertemuan terakhir dilakukan tanggal 4 November dan dialog ini akan dilanjutkan Januari 2016].

Siang itu, Mama Yuliana Akubar (52th) bertelanjang kaki memasuki Gedung DPRD Kabupaten Nabire. Dengan batik motif Papua dia tampak kedinginan karena kuyup oleh hujan sepanjang pejalanan dari Kampung Sima, DIstrik Yaur, ke Nabire.

“Sa bawa sepatu, tapi biar begini. Orang Yerisiam begini sudah.” ujarnya lirih.

Kedatangannya bersama sekitar 30 orang lainnya dari Sima, warga suku besar Yerisiam Gua, untuk hadiri dengar pendapat antara PT. Nabire Baru, masyarakat Sima, dan pemerintah, yang difasilitasi DPRD Kabupaten Nabire.

Mama Yuliana mengenang harapannya. Dia bilang, kakaknya ikut mengijinkan perusahaan masuk berbekal harapan agar taraf kehidupan orang-orang Yerisiam di Sima akan meningkat.

Sekarang perusahaan sudah semakin jauh dari janji-janjinya. “Perusahaan itu sudah diluar dari apa yang sebenarnya kami bicara awal,” ujarnya lirih.

“Mungkin Tanah Tak Ijinkan Dong Kerja”

Dorkas Numberi (47th) menjelaskan ketika pertama kali perusahaan kelapa sawit masuk orang-orang kampung diminta bekerja disana. “Ada yang masuk kerja, tetapi mungkin tanah tidak ijin. Setelah kita orang Yerisiam jadi masuk kerja kaki gatal-gatal, lalu bisul-bisul, ada yang kaki bengkak-bengkak juga,” ujarnya.

Ia bercerita kedua anaknya ikut kerja di perusahaan. Awalnya dikatakan untuk ikut menanam, ternyata bukan penanaman tapi pembibitan.  “Apa ka itu, (tanam) kecambah. Tapi langsung pulang rasa badan gatal-gatal, garuk-garuk sampe, kira gatal-gatal biasa, tapi bisul di badan ini semua.” Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , , | Komentar ditutup

Hentikan Bisnis Militer dan Hormati Hak Masyarakat Adat Papua

Press Release
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil

Pada 16 Juli 2016, aparat Koramil TNI AD di Muting mencari dan mendatangi rumah Agustinus Dayo Mahuze, Ketua Marga Mahuze Besar di Kampung Muting, Distrik Muting, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, tujuannya untuk mengundang Agustinus Dayo Mahuze bertemu dengan pimpinan perusahaan kelapa sawit PT. Agriprima Cipta Persada (ACP) di lokasi perkebunan dan menyerahkan Surat Ketua Primer Koperasi Kartika Setya Jaya, Kodim 1707/Merauke, Nomor. 8/16/VII/2016, tanggal 11 Juli 2016, tentang Pemberitahuan Izin Pelaksanaan Pekerjaan Borongan Pembukaan Lahan Sawit GRTT PT. ACP.

Aparat Koramil TNI AD yang bertemu dengan Agustinus Dayo Mahuze diluar rumah atau dijalan menuju Kampung Mbilanggo, pada sore hari, menyampaikan maksud kedatangan mereka tersebut. Agustinus Dayo merasa terancam, takut dan khawatir dengan adanya keinginan koperasi dan perusahaan PT. ACP yang disampaikan melalui aparat keamanan Koramil TNI AD.

Kepentingan bisnis perusahaan PT. ACP dengan melibatkan aparat TNI maupun Polri dalam kegiatan perolehan hak atas lahan dan pembukaan lahan di Muting, sudah seringkali terjadi dan diikuti dengan intimidasi dan ancaman kekerasan sehingga menimbulkan keresahan dan ketegangan antara masyarakat dengan perusahaan, pemerintah, aparat TNI dan Polri. Hal mana ditunjukkan dari berkali-kali masyarakat mengirimkan surat pengaduan dan keresahan mereka yang ditujukan kepada pemerintah, institusi TNI dan Polri, dan Komisi Nasional HAM, sepanjang Januari hingga Juni 2015 lalu, namun tidak ada tanggapan berarti.

Masyarakat telah menyampaikan sikapnya terhadap pemerintah dan perusahaan secara terbuka melalui papan pengumuman dilokasi tanah adat mereka bahwa “Tanah Adat Marga Mahuze Besar Tidak untuk Kelapa Sawit”. Masyarakat juga ingin menyelesaikan permasalahan ketelanjuran oknum anggota marga untuk mengembalikan uang tali asih yang dianggap sebagai “tanda jadi” pengalihan hak atas tanah, yang diambil anggota marga tanpa persetujuan luas anggota marga Mahuze Besar. Read More »

Posted in Berita Merauke | Tag , , , | Komentar ditutup

Impian PT. ANJ Ditentang Masyarakat Adat Maybrat

Perusahaan PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ), milik keluarga Tahija, sedang merencanakan perluasan usaha perkebunan kelapa sawit di wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, melalui anak perusahaan bernama PT. Pusaka Agro Makmur (40.000 hektar).

Sebelumnya, PT. ANJ Group telah memiliki usaha kelapa sawit di wilayah Maybrat ini dan Sorong Selatan, melalui anak perusahaan PT. Putera Manunggal Perkasa (sudah HGU 22.678 ha) dan PT. Permata Putera Mandiri (sudah HGU 26.571 ha). Selain itu, PT. ANJ juga memiliki perusahaan PT. ANJ Agri Papua untuk usaha konsesi hasil hutan bukan kayu, yakni Sagu, dengan luas areal konsesi hutan sagu sebesar 40.000 hektar, terletak di daerah Distrik Metamani, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.

Awalnya, ketiga perusahaan kelapa sawit milik PT. ANJ Group tersebut dimiliki oleh perusahaan PT. Pusaka Agro Sejahtera, Xinfeng Plantation Pte. Ltd dan Xinyou Plantation Pte, Ltd, (PMA, keduanya berkedudukan di Singapura), dan Wodi Kaif Ltd (PMA). Kemudian, ketiganya dibeli oleh PT. ANJ Group secara bertahap. Keberadaan PT. Pusaka Agro Makmur termasuk perusahaan baru diakuisisi oleh PT. ANJ pada Oktober 2014.

Di tanah Papua, terdapat perusahaan-perusahaan (PMDN dan PMA) bisnis perkebunan berbasis lahan melakukan praktik land banking dan menjual kembali lahan yang diperoleh dari mengkonversi hutan alam setempat kepada perusahaan-perusahaan baru yang gemar dengan pengcitraan dan label “hijau dan sejahtera”. Modus ini menguntungkan dan menjadi jurus perusahaan baru untuk terhindar dan terbebas dari tanggung jawab atas permasalahan di masa lalu. Modus baru untuk menutupi praktik ‘hitam’ perusahaan terkait perolehan dan sengketa lahan, serta pengrusakan hutan.

Dalam Laporan Tahunan 2015, PT. ANJ memberikan label “Pembangunan yang Bertanggung Jawab untuk Masa Depan”. PT. ANJ juga mempunyai komitmen untuk meningkatkan citra perusahaan untuk menghasilkan produk berkualitas ramah lingkungan dengan berpegang teguh pada tata kelola yang baik untuk mencapai kinerja unggul, mewujudkan kesejahteraan karyawan serta menjadikan masyarakat menjadi mitra setara. Impian mulia dan populis untuk merebut perhatian masyarakat.

Tanah Papua menjadi salah satu tempat untuk mewujudkan impian ini. “Kami telah menetapkan bahwa sumber utama pertumbuhan produksi kami pada masa mendatang akan berasal dari Indonesia Timur melalui pembangunan perkebunan baru di Papua Barat dan untuk mewujudkan ini, pada 2013 dan 2014, kami telah mengakuisi cadangan lahan seluas 105 – 159 hektar di tiga konsesi” (Laporan Tahunan ANJ, 2015).

Pada acara Konsultasi Publik terkait rencana pengembangan lahan baru PT. ANJ di Hotel Mratua Sesna, Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, pada 1 Juni 2016, dilaporkan perwakilan perusahaan menyampaikan komitmen untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui rekruitmen tenaga kerja lokal, menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, perlindungan keanekaragaman hayati didaerah setempat. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , , , | Komentar ditutup

Profil perusahaan pengancam hutan Papua: Nomor 1, Pacific Inter-link

Belakangan ini ada beberapa tanda bahwa industri kelapa sawit di Indonesia yang selama ini sangat bencana untuk manusia dan lingkungan, termasuk di Papua, mulai mengalami perubahan yang diharapkan positif. Beberapa perusahaan besar seperti Wilmar, Musim Mas dan Sinar Mas sudah membatalkan rencana untuk membuka perkebunan di Papua setelah keluarkan kebijakan ‘nol deforestasi, nol gambut dan nol eksplotasi’ ((dalam kasus Wilmar, rencana perkebunan yang dibatalkan adalah tebu bukan sawit)). Pemerintah Indonesia sepertinya juga sudah mau menertibkan industri liar ini. Ada kabar bahwa sebuah inpres moratorium izin perkebunan baru sedang disiapkan dan Menteri Lingkungan dan Kehutatan Siti Nurbaya sudah menyatakan salah satu tujuan kebijakan ini adalah untuk selamatkan hutan Papua.

Namun masih ada banyak perusahaan yang berambisi untuk memperluas areal yang ditanami kelapa sawit, dan banyak diantaranya cari lahan di Papua karena masih ada hutan yang luas. Perkebunan di garis batas ini sering lebih besar daripada perkebunan di pulau-pulau lain, dan tentunya hal ini mengakibatkan perusakan lingkungan besar dan perubahan sosial yang drastis yang sering menghancurkan kehidupan masyarakat adat sekitar.

Informasi yang akurat tentang perkembangan industri kelapa sawit di Papua sangat penting untuk menilai apakah kebijakan baru pemerintah dan perusahaan tersebut akan benar-benar punya dampak positif bagi hutan dan manusia Papua atau hanya memberikan citra lebih baik kepada perampasan yang sama saja. Tentu saja, memperoleh data yang lengkap dari pedalaman Papua masih menjadi tantangan besar. Seri artikel ini adalah sebuah kontribusi yang akan memprofilkan beberapa pemain baru di industri perkebuan Papua, khususnya perusahaan yang baru mulai membuka kawasan hutan untuk perkebunan atau di tahap lanjut dalam proses perizinan. Artikel yang pertama akan membahas salah satu projek yang sangat mengkhwatirkan di Selatan Papua, Pacific Inter-link.

AnggaiJauh ke pedalamam Papua Selatan, diantara Sungai Digoel dan Sungai Mappi adalah areal hutan seluas 2.800 km segi (separuh luasnya Bali, atau tiga kali Singapura) yang sudah di bawah izin untuk perkebunan kelapa sawit. Deforestasi sudah mulai tahun lalu. Tindakan yang sangat mekejutkan yang dilambil oleh politisi lokal (kemudian didukung oleh kementerian kehutanan), seluruh hutan ini diberikan kepada satu kelompok perusahaan saja (Menara Group), dibagikan dalam tujuh anak perusahaannya dengan konsesi yang saling berdampingan.

Sekarang setidaknya enam dari tujuh anak perusahaan sudah dijual kepada dua kelompok perusahaan Malaysia: Pacific Inter-link sudah ambil empat (PT Megakarya Jaya Raya, PT Kartika Cipta Pratama, PT Graha Kencana Mulia dan PT Energi Samudera Kencana), dan Tadmax Sdn Bhd membeli dua lainnya (PT Trimegah Karya Utama dan PT Manunggal Sukses Mandiri). Entah kalau konsesi yang sisa, PT Usaha Nabati Terpadu, masih dimiliki Menara Group atau dijual kepada perusahaan lain.

Pertengahan tahun 2015, Pacific Inter-link mulai membuka hutan di wilayah salah satu anak perusahaannya, PT Megakarya Jaya Raya. Dari analisis gambar satelit, sampai April 2016 2.840 hektar hutan sudah ditebang. Lebih parah lagi, sekitar sepertiga areal tersebut adalah lahan gambut yang dalam, dan konsesi PT MJR terletak dalam sebuah lanskap hutan utuh. Seperti ketiga konsesi Pacific Inter-link lainnya, hampir seluruh konsesi PT MJR diklasifikasikan sebagai hutan primer di peta tutupan hutan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.

Pacific Inter-Link Deforestasi April 2016

Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , , , , , , | Komentar ditutup

Hentikan Penerbitan HGU PT Korindo Group di Gane, Maluku Utara

[Korindo, perusahaan kayu dan kelapa sawit asal Korea Selatan yang sudah mengakibatkan berbagai masalah di perkebunannya di Kabupaten Merauke an Boven Digoel juga dapat penolakan dari masyarakat yang sedang menghadapi perkebunan baru di Teluk Gane, Halmahera Selatan, Maluku Utara.]

gane

Ekspansi perkebunan skala besar kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan telah mengakibatkan degradasi lingkungan melampaui kemampuan Negara untuk mengendalikan dampaknya. Saat ini ekspansi perkebunan kelapa sawit bergerak kearah timur Indonesia, menimbulkan konsekuensi multidimensi bagi masyarakat Gane di Halmahera Selatan Maluku Utara. Kehidupan masyarakat Halmahera Selatan yang telah ratusan tahun mempertahankan sedikit sumber air dengan pola budidaya tanaman keras dalam hutan, saat ini merasakan kekeringan dan kehancuran ekosistem pesisir akibat penggundulan hutan oleh perkebunan kelapa sawit.

Menurut Fahrizal Dirhan Manajer Pengorganisasian WALHI Maluku Utara, “Aksi kesewenang-wenangan perusahaan kepada masyarakat terjadi di Gane, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pembukaan perkebunan kelapa sawit PT. Gelora Mandiri Membangun (PT GMM), anak perusahan Korindo Group disinyalir diikuti oleh banyak pelanggaran, seperti pembabatan hutan dengan cara serampangan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial-ekologi sekitar, terutama di teluk gane yang merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil”.

“Perkebunan PT. Korindo berada di tiga kecamatan, yakni kecamatan Gane Barat Selatan; terdiri dari 8 desa, Kecamatan Gane Timur Selatan; terdiri dari 5 desa, Kepulauan Goronga; terdiri dari 7 Desa. Wilayah perkebunan perusahaan tersebut tertulis dalam Surat keputusan Bupati Halmahera Selatan Nomor 103 tahun 2011 tentang persetujuan pemberian izin lokasi pembangunan perkebunan”.

“Beberapa temuan fakta lapangan juga menunjukan bahwa aktivitas land clearing yang dilakukan PT Korindo mengakibatkan matinya beberapa terumbu karang, dikarenakan laju sedimentasi air dari daratan yang sudah gundul ke areal pesisir, semakin mempersulit kehidupan warga tempatan, yang mayoritas profesinya sebagai petani kebun dan nelayan. Diantaranya

Menanggapi kondisi ini, masyarakat Gane, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara telah menyurati Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku Utara untuk menghentikan proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT Korindo Group pada tanggal 16 Mei 2016 yang lalu. Diketahui, area pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Gelora Mandiri Membangun adalah seluas 11.003,9 hektar’’.

“Beberapa pertimbangan menjadi dasar tuntutan masyarakat. Diantaranya, masyarakat pada awalnya menolak kehadiran PT Korindo, namun kemudian perusahaan memanipulasi pernyataan sikap warga dengan melibatkan aparatur desa sebagai alat penekan yang kemudian menciptakan ketegangan pro dan kontra. Selain itu, PT Korindo membohongi warga dengan memasang patok-patok di lahan warga dan mengklaim bahwa lahan warga sudah masuk area HGU sehingga warga yang akan berkebun dilarang melintas di area perusahaan, serta adanya intimidasi dan diskriminasi terhadap warga yang mempertahankan lahannya”. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , | Komentar ditutup

(English) Is the government about to take action to save Papua’s forests?

Ma\’af, tulisan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris. Kadang-kadang ada artikel ditulis dalam Bahasa Inggris yang perlu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Kalau ada ahli bahasa yang ingin membantu dalam hal ini, tolong kirim email kepada: awasmifee@potager.org

Posted in Perkembangan Terkait | Tag , , , | Komentar ditutup

Tolak Ekspansi Sawit, Masyarakat Adat dan Aktivis Geruduk DPRD Sorong

Moi-13Ratusan masyarakat adat dan aktivis dari berbagai latar belakang, Jumat (20/5), mengeruduk kantor DPRD Kabupaten Sorong mendesak penghentian ekspansi lahan kelapa sawit yang ditengarai telah merusak ribuan hektar hutan di daerah tersebut.

Aksi ini merupakan bagian dari dukungan kepada pemerintah pusat yang bulan lalu mewacakan moratorium lahan sawit di Indonesia.

“Seluruh aktivitas perkebunan sawit yang ada di wilayah Kabupaten Sorong harus dihentikan karena telah merusak ribuan hektar hutan rakyat,” teriak massa dalam orasi mereka di depan kantor tersebut.

Masyarakat adat dan aktivis yang tergabung dalam gerakan menolak pembukaan lahan kelapa sawit tersebut berasal dari intelektual muda Malamoi, LMA Malamoi dan masyarakat Moi peduli hutan Malamoi, GMNI, GAMKI, GMKI, Himpunan Mahasiswa Moi Universitas Muhammadiyah Sorong (Himamus) dan Himpunan Mahasiswa Moi Indonesia (Himamsi). Aksi tersebut dilakukan dengan berjalan kaki dari alun-alun Aimas Kabupaten Sorong.

Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Sorong Manu Mobalen mengatakan warga menolak pembukaan lahan sawit juga sebagai bentuk protes atas tindakan semena-mena perusahaan sawit di kabupaten Sorong yang telah menghancurkan hutan di wilayah itu.

“Masyarakat kecil semakin tertindas sehingga perlu ada gerakan penolakan untuk selamatkan hutan Malamoi. Investor juga tidak memperhatikan kepentingan kaum tertindas,” kata Manu. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , | Komentar ditutup

Brimob dan Pembongkaran Dusun Sagu Suku Besar Yerisiam Gua

Ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan perusahaan bahwa kehadiran Brimob di areal perusahaan sebagai permintaan warga, perwakilan warga di dalam diksusi Senin (9/5/2016) sontak menjawab tidak.

“Permintaan bagaimana? Apa urusan kami dengan datangkan brimob PAM Swakarsa? Kami tidak pernah merasa meminta Brimob hadir. Justru kehadiran mereka meresahkan warga, bukan mengamankan.” ujar Karel Maniba di forum diskusi tersebut.

Warga memprotes kehadiran Brimob yang mengawal aktivitas perusahaan dengan senjata lengkap dan meresahkan masyarakat. Brimob tampak di lapangan ketika pembongkaran pertama Dusun Manawari pada 12 April 2016.

Bapak Enos Abujani, pertama kali melihat aktivitas dua eskavator membongkar muka Dusun langsung memberi tahu warga yang lain. Brimob bersenjata lengkap ada di lapangan mengawasi pembongkaran.

Sekitar 550 meter persegi (M2)  telah dibongkar, 15 rumpun sagu telah dirusak pada tanggal 12 April 2016. “Sa pu perut macam diaduk-aduk melihat aktivitas itu. Mereka sedang hancurkan isi perut saya.” ujar Gunawan Inggeruhi yang ikut bersama 3 warga lainnya memprotes aktivitas pembongkaran keesokan harinya, 13 April 2016.

Warga menegur aktivitas pembongkaran sebanyak empat kali. Pada tanggal 16 April warga menegur pagi dan sore hari karena perusahaan tidak juga berhenti.

“Dusun itu saja yang kami minta untuk tidak boleh dibongkar. Karena itu adalah pencarian kami. Itu saya tokok satu karung sudah bisa jadi uang seratus, saya bisa beli saya punya kebutuhan, saya punya garam vetsin, sabun. Kalau dusun dibongkar saya rasa rugi, saya menyesal, sepertinya saya ditelanjangkan,” ujar  Mama Yakomina Manuburi sambil menyimpan amarah.

Perwakilan masyarakat sudah meminta bantuan perwakilan DPRD, serta pengaduan ke Kapolres Nabire, terkait aktivitas ini. Perwakilan DPRD Komisi I sempat meninjau lokasi. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan sikap dewan dan Kapolres terkait penghentian aktivitas pembongkaran Dusun Sagu. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , , , | Komentar ditutup

Hutan Lembah Kalasou Terancam Kebun Sawit

Saat ini, kawasan hutan milik asyarakat adat Suku Moi di kawasan hutan lembah Kalasou, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, sedang terancam dan menjadi incaran perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Bupati Kabupaten Sorong, Stepanus Malak, sudah mengeluarkan Izin Lokasi Nomor 221/2011 tanggal 23 Desember 2011 kepada perusahaan perkebunan kelapa PT. Mega Mustika Plantation (MMP) dengan luasan areal konsesi 9.835 hektar. Surat Izin Lokasi ini diperpanjang kembali pada tanggal 1 April 2014 melalui Surat Keputusan Bupati Kabupaten Sorong, Nomor : 660.1/127 Tahun 2014. Lokasi perkebunan PT. MMP berada disekitar kampung Saengkeduk, Selekobo, Klamugun, Miskum, Siwis, Distrik Klaso dan Moraid, Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Perusahaan PT. MMP terus melakukan bujuk rayu kepada masyarakat agar bisa mendapatkan lahan perkebunan kelapa sawit.  kepada PT. Muga Mustika Plantatiaon. Pada tahun 2012, masyarakat di Distrik Klasou pernah melakukan protes atas rencana tersebut, “Kami sudah pernah mengirimkan surat penolakan  kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong untuk rencana perusahaan perkebunan kelapa sawit  PT. Mega Mustika Plantatian, beroperasi masuk di wilayah adat kami, sampai saat ini belum ada tanggapan balik dari dinas terkait, justeru kini pemerintah mengeluarkan izin prinsip kepada perusahaan,” kata Hormes Ulimpa, pemuda Suku Moi asal Kampung Siwis, Distrik Klaso, yang menyesalkan keputusan pemerintah.

Pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) masih terus memproses dan mengeluarkan Izin Prinsip untuk Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi untuk dua perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni: PT. Mega Mustika Plantation melalui surat Menteri LHK Nomor 5/1/PP-LKH/K/2015, tanggal 23 April 2015, dengan areal seluas ± 9.168 hektar dan PT. Cipta Papua Plantation melalui surat Menteri LHK Nomor 6/1/PP-LKH/K/2015, tanggal 23 April 2015, dengan areal seluas ± 15.310 hektar.

Kepala Dinas Kehutanan Sorong, Benyamin A Hallatu, mengundang masyarakat dan perusahaan untuk menghadiri pertemuan pembahasan tata batas di ruang rapat Kantor Dinas Kehutanan Sorong, pada, 28 April 2016, dihadiri kepala distrik, kepala kampung, pemilik marga, perusahaan PT. Mega Mustika Plantation dan PT. Cipta Papua Plantation.

Perwakilan dan pimpinan pemuda Suku Moi protes dengan undangan pertemuan tersebut. Konstan Magablo, aktifis pemuda Suku Moi menyampaikan, “Kami kesal terhadap pemerintah daerah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena tanah Moi dijadikan perkebunan kelapa sawit hanya menciptakan konflik, ada contoh konflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT. Henrison Inti Persada di Distrik Klamono, yang belum berakhir sampai saat ini”, jelas Konstan.

“Hutan adalah masa depan kami dan harus dijaga dan dilindungi. Kami akan membuat tim kerja untuk mengorganisir dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat di kampung terkait dampak dan rencana perkebunan kelapa sawit yang menggunakan wilayah adat kami”, kata Konstan, yang merencanakan aksi protes atas rencana pemerintah dan perusahaan.

Pemuda Moi berharap kebijakan presiden tentang moratorium untuk menghentikan izin-izin baru bagi perkebunan kelapa sawit dapat dilaksanakan, tidak hanya ditulis saja. Read More »

Posted in Seputar Tanah Papua | Tag , , | Komentar ditutup